REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan mengatakan sikap partainya yang berbeda dengan partai politik pendukung pemerintah terkait UU Penyelenggaraan Pemilu, semata-mata demi kepentingan partai khususnya terkait metode konversi suara ke kursi.
"Kamu bersama-sama sudah sampaikan metode konversi suara kuota hare itu permintaan salah satunya PAN, tetapi (diputuskan) saint lague murni. Kalau saya mendukung saint lague itu artinya PAN bunuh diri," kata Zulkifli di Gedung Nusantara III, Jakarta, Senin (24/7).
Dia menekankan bahwa dirinya tidak bisa mengikuti Paket A yang disepakati partai pendukung pemerintah karena berseberangan dengan pendapat para kader PAN. Karena itu, menurut Zulkifli, Fraksi PAN dalam pengambilan keputusan UU Pemilu memutuskan tidak ikut dalam proses tersebut.
"Jadi saya tegaskan agar tidak salah kutip bahwa PAN 'upstand' dalam pengambilan putusan UU Pemilu, karena tidak mungkin kami menyetujui UU yang menghabisi partai sendiri," ujarnya.
Wakil Ketua Umum PAN Hanafi Rais mengatakan terkait pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa telah berbicara dengan PAN sebelum pengesahan UU Pemilu, dirinya tidak mengetahui kalau ada pertemuan dengan Pimpinan PAN.
Menurut dia, kalau benar ada kesepakatan, hal itu ada ketika proses lobi pada Kamis (20/7) ketika Rapat Paripurna DPR dan semestinya lobinya relatif lancar dan bisa mencapai konsensus. "Nah ketika sepakat bertemu, ya katakanlah ada pertemuan dan sepakat ada konsensus, tetapi di hari H ketika akan pengambilan keputusan ternyata tidak pas, berarti ada sesuatu yang salah," katanya.
Hanafi menilai ada "missing link" yang harus ditemukan dan dirinya tidak tahu apa yang terjadi, semangat PAN sejak awal konsensus dan musyawarah mufakat seperti itu. Menurut dia, ketika ada yang tidak terjadi, ada hal yang tidak dicapai dan itu harus ditemukan faktornya.
Sebelumnya, Empat Fraksi masing-masing Gerindra, Demokrat, PKS dan PAN menarik diri dari Rapat Paripurna yang memasuki proses "voting" untuk menentukan isu "presidential threshold" yang terbagi dalam paket A dan paket B.
Dalam sidang yang berlangsung pada Kamis (20/7) malam tersebut, Fraksi Gerindra yang diwakili oleh Muzani, Fraksi PKS yang diwakili oleh Al Muzzammil, Fraksi Demokrat yang diwakili oleh Benny K Harman dan Fraksi PAN yang diwakili oleh Yandri Susanto.
Mereka menyampaikan pandangan masing-masing Fraksi untuk tidak ikut serta dalam proses selanjutnya untuk memutuskan paket A atau B yang khususnya terkait ambang batas parpol mengajukan calon presiden atau "Presidential Threshold".
"Apapun yang sudah diputuskan kami hormati, kami sampaikan bahwa PAN dalam proses pengambilan keputusan RUU penyelenggaraan pemilu, untuk tahapan berikutnya pengambilan tingkat kedua kami menyatakan kami tidak akan ikut dan tidak bertanggung jawab atas keputusan malam ini," kata Yandri.
Hal serupa juga disampaikan oleh Benny K Harman bahwa Fraksi Demokrat tidak ingin menjadi parpol yang melanggar prosedur. Menurut dia, atas dasar pertimbangan tersebut fraksinya memutuskan untuk tidak ikut mengambil bagian dan tidak bertanggung jawab atas keputusan.
Sementara itu Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan fraksinya tidak ikut dalam pengambilan voting tersebut dan tidak bertanggung jawab atas putusan politik tersebut. Al Muzzammil menegaskan partainya memiliki sikap yang sama sehingga menarik diri dari Rapat Paripurna DPR tersebut.