Selasa 25 Jul 2017 08:41 WIB

Pengamat: Presidential Threshold 20 Persen Membingungkan

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Andi Nur Aminah
Arif Susanto
Foto: Antara
Arif Susanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Indonesia Arif Susanto berpendapat, dipertahankannya ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen dalam UU Pemilu sangat membingungkan. Sebab, menurutnya saat pemilihan presiden dan wakil presiden, serta pemilu legislatif digelar serentak, mestinya presidential threshold tak relevan.

"Dipertahankannya presidential threshold 20 persen hinga 25 persen dalam UU Pemilu sungguh membingungkan. Karena mestinya Pemilu serentak menjadikan presidential threshold itu tidak relevan," kata Arif saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (25/7).

Selain itu, menurutnya dipertahankannya presidential threshold menjadi membingungkan karena ambang batas tersebut ditetapkan berdasar hasil Pemilu terdahulu. Tak hanya itu, angka tersebut menjadi membingungkan karena semakin memperkecil peluang calon dari partai-partai kecil.

"Penerapan ambang batas ini mungkin menguntungkan partai-partai besar hasil Pemilu 2014, karena mereka memiliki posisi tawar lebih baik dalam pencalonan Presiden dan Wakil Presiden," kata Arif.

Seperti diketahui, RUU Pemilu dengan presidential threshold 20 persen yang diajukan partai-partai kolaisi pemerintah disahkan menjadi UU dalam sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPR Setya Novanto pada Jumat (21/7). Tidak setuju dengan adanya ambang batas tersebut, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra dan Perludem berencana mengajukan judicial review untuk menguji UU tersebut ke MK.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement