REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Indonesia Arif Susanto meyakini, argumentasi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang besar dapat meningkatkan kualitas calon Presiden dan Wakil Presiden tidak relevan. Meski memiliki kaitan, namun menurutnya kualitas kepemimpinan tidak berkorelasi langsung dengan besarnya dukungan Parpol.
"Dapat saja terjadi, kandidat dan Parpol pengusung mengedepankan politik transaksional dalam pencalonan mereka," kata Arif saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (25/7).
Selain itu, menurutnya penerapan ambang batas sebesar 20 persen hanya menguntungkan partai-partai besar hasil Pemilu 2014. Karena, partai-partai tersebut memiliki posisi tawar lebih baik dalam pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
"Namun, tidak ada jaminan bagi pasangan Presiden-Wakil Presiden terpilih bahwa pemerintahan mereka tidak akan digoyang oleh kekuatan politik di DPR dengan pendekatan pragmatis mereka," ucap Arif.
Seperti diketahui, RUU Pemilu dengan presidential threshold 20 persen yang diajukan partai-partai kolaisi pemerintah disahkan menjadi UU dalam sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPR Setya Novanto pada Jumat (21/7). Tidak setuju dengan adanya ambang batas tersebut, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra dan Perludem berencana mengajukan judicial review untuk menguji UU tersebut ke MK.