Selasa 25 Jul 2017 17:08 WIB

Pencatut Nama Jokowi Punya Rekan di Malaysia dan Filipina

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andi Nur Aminah
Tersangka pembuat surat palsu mengatasnamakan Presiden Joko Widodo asal Guinea dan Liberia diperiksa di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Rabu (19/7)
Foto: Arif Satrio Nugroho/Republika
Tersangka pembuat surat palsu mengatasnamakan Presiden Joko Widodo asal Guinea dan Liberia diperiksa di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Rabu (19/7)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi telah meringkus tiga orang pelaku yang memanfaatkan nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Dua dari pelaku merupakan warga Guinea dan Liberia, yakni Kaba dan Douglas.

Kasubdit Cyber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu mengatakan, polisi telah mengantongi data terkait dua tersangka itu. Di Indonesia, Kaba asal Guinea diketahui sebagai otak penipuan itu. Namun, di jaringannya yang diduga bersifat lintas negara, terdapat rekannya di dua negara Asia Tenggara.

"Kaba bukan pemimpin, ada di Filipina dan Malaysia. Tapi di Jakarta kasus yang pemalsuan surat itu dia otaknya, Kaba," kata Roberto saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Selasa (24/7).

Para pelaku sendiri menurut Roberto termasuk jenis penipuan yang dikategorikan sebagai Business Email Compromise (BEC) atau upaya penipuan dengan surat yang mengatasnamakan instansi sehingga membuat buruk nama instansi. Modusnya pun beragam. "Jadi mereka itu ada yang begitu modusnya, ada yang mengaku sebagai suatu perusahaan. Jadi mereka itu meretas semua sistem email yang ada. Jadi sudah target," kata Roberto menjelaskan.

Seperti diketahui sebelumnya, Kaba dan Douglas bersama satu warga negara Indonesia mengirimkan pada 51 BUMN dengan modus minta dukungan untuk Pilpres 2019 atas nama Jokowi. Namun, mereka belum sempat mendapat keuntungan karena salah satu perusahaan mengkonfirmasi ke Istana. "Belum ada semua (yang ngirim duit) tapi memang sudah diterima surat yang penipuannya oleh perusahaan," ujar Roberto.

Roberto menambahkan, polisi terus berkoordinasi dengan PPATAK dan Interpol mengembangkan kasus tersebut. Untuk kasus ini, pelaku diancam Pasal 263 dan/atau Pasal 264 dan/atau Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 35 Juncto Pasal 51Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement