REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir akan mengumpulkan para rektor untuk membahas masalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di lingkungan kampus. Nantinya, para dosen yang berstatus sebagai PNS akan diminta untuk meninggalkan organisasi HTI jika memang terlibat dalam ormas yang telah dilarang pemerintah tersebut.
"Dia harus meninggalkan organisasi itu dan tidak melakukan kegiatan itu. Jadi kita tinggalkan kegiatan itu, tidak boleh melakukan itu," jelasnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/7).
Namun, jika dosen PNS tersebut masih saja tergabung dan melakukan aktivitas organisasi HTI, maka Kemenrikstekdikti akan melayangkan surat peringatan sesuai aturan yang berlaku, yakni PP No 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil.
"Yang penting, mereka yang terlibat, dia saya minta untuk mengundurkan diri dan meninggalkan pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut atau aktivitas yang menyangkut masalah HTI itu. HTI-nya bukan dari PNS, bukan mengajarnya," ujarnya.
Kendati demikian, Nasir mengaku tak mempermasalahkan jika para dosen itu justru memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai PNS. Ia menegaskan, pemerintah tidak akan melakukan diskriminasi terhadap para dosen tersebut.
Lebih lanjut, terkait adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas, Kemenristekdikti akan menunggu kajian dari Mahkamah Konstitusi (MK). Ia mengaku, saat ini kementeriannya telah menyiapkan berbagai langkah mengantisipasi munculnya berbagai masalah menyusul adanya aturan tersebut.
Para rektor rencananya akan dikumpulkan pada Rabu (26/7) esok hari di daerah Senayan, Jakarta. Selain itu, dalam pertemuan tersebut, Kemenriktekdikti juga akan melakukan evaluasi kinerja para rektor di seluruh Indonesia.