REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menuding keluarnya Partai Gerindra dari anggota Pansus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kecewa dengan Undang-undang Pemilu. Mengingat Rapat Paripurna telah mengesahkan Undang-undang Pemilu dengan presidential threshold 20 persen. Sementara Partai Gerindra sangat menghendaki tidak adanya presidential threshold.
"Sehingga Gerindra menjadikan Pansus sebagai alat tawar-menawar. Begitu ia meminta PT tidak nol, mereka menarik anggotanya dari Pansus Hak Angket KPK," jelas Supratikno, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Rabu (26/7).
Supratikno menegaskan, PDI Perjuangan sendiri tetap konsisten di Pansus Hak Angket KPK tersebut. Dia beralasan, partainya sejak awal gabung dengan Pansus Hak Angket KPK untuk membenahi lembaga pemberantasan korupsi menjadi lebih baik. Pihaknya juga ingin menempatkan KPK secara proporsional dan profesional sesuai dengan harapan pendiriannya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menyatakan partainya keluar dari Pansus Hak Angket KPK memiliki alasan logis. Pihaknya menganggap perjalanan Pansus Hak Angket KPK tidak efektif. Menurutnya, letidakefektifan Pansus tersebut karena tidak seluruh fraksi yang ada di DPR RI ikut bergabung.
Kami anggap Pansus Angket ini tidak efektif. Karena Pansus sudah mengumpulkan berbagai bukti, tapi tidak ada kelengkapan dari fraksi-fraksi yang lain, tegas Fadli. Maka dengan demikian Partai Gerindra merasa tidak lagi dibutuhkan oleh Pansus itu sendiri.
Sehingga tidak ada alasan bagi Gerindra untuk tetap bertahan di Pansus Hak Angket KPK. Kemudian juga Pansus tersebut diisi oleh partai-partai koalisi pemerintahan, sementara Fraksi Gerindra sendiri merupakan partai opoisisi.
"Sampai saat ini memang lebih banyak fraksi-fraksi yang oleh masyarakat dianggap dalam posisi pendukung pemerintah, ujar Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tersebut.