REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI---Aksi kekerasan menodai Grand Prix Bahrain yang kontroversial, ketika sebuah bom meledak di dekat anggota-anggota tim Force India, dan bentrokan antara pengunjuk rasa dengan polisi menjelang latihan Formula 1 yang akan dimulai pada Jumat.
Insiden ini mendorong pada ofisial F1 untuk kembali meyakinkan para peserta, bahwa meski terjadi kekerasan Bahrain tetap aman.
Berbicara kepada para pewarta di Sirkuit Sakhir, ketua Asosiasi Pengemudi Grand Prix Formula 1, Pedro de La Rosa, mengatakan keselamatan 'bukan sebuah kekhawatiran,' sambil menambahkan bahwa ia memiliki keyakinan penuh pada keputusan Federasi Bermotor Internasional (IMF) untuk mengadakan ajang ini, meski terdapat peningkatan tensi di negara kerajaan tersebut.
Empat anggota tim Force India terjebak kemacetan ketika bom meledak di saat mereka kembali ke hotel dari Sirkuit Sakhir pada Rabu, tutur ketua Sirkuit Internasional Bahrain, Zayed R Alzayani, kepada majalah Autosport.
Tidak seorang pun terluka, namun salah satu anggota tim, memutuskan untuk meninggalkan Bahrain dan pulang. Keempat mekanik tersebut tampaknya terjebak pada kericuhan antara pengunjuk rasa dan polisi di jalan utama dari ibukota Manama menuju Sakhir.
Alzayani mengecilkan masalah ini, dan berkata bahwa dirinya tidak akan meminta pengetatan keamanan. "Itu merupakan insiden yang terisolasi... Para pengunjuk rasa tidak menargetkan mobil-mobil, mereka tiba-tiba saja berada di sana," ucapnya.
Pebalap Force India asal Jerman, Nico Rosberg, mengatakan bahwa anggota timnya bisa berada begitu dekat dengan ledakan bom bukanlah 'hal yang benar,' namun menambahkan bahwa dirinya tetap merasa aman.
Kelompok oposisi utama Bahrain, Al-Wefaq, meminta massa mereka untuk melakukan protes setiap hari selama sepekan agar bertepatan dengan Grand Prix, menggunakan ajang olahraga tersebut untuk merebut perhatian media pada tuntutan mereka terhadap keseimbangan dan perwakilan yang lebih baik di kerajaan tersebut.
"Tidak ada niat untuk mengambil keuntungan dari kehadiran pers (internasiona), yang biasanya dilarang memasuki negara ini," kata aktivis sayap kanan Bahrain, Nabil Rajab.
"Formula 1...adalah simbol dari rezim, itu mewakili penindasan," kata Rajab, mengingatkan bahwa balap Bahrain merupakan proyek pribadi Putra mahkota.
Pemerintah pada Kamis melarang Al-Wefaq melakukan protes di tengah Manama, demikian disampaikan oleh menteri dalam negeri.
Pengumuman tersebut dikeluarkan setelah terjadi beberapa demonstrasi di perkampungan-perkampungan Syiah pada Rabu, di mana polisi dan pengunjuk rasa terlibat pertikaian.
Beberapa saksi mata mengatakan bahwa polisi menggunakan gas air mata dan buckshot untuk membubarkan massa, melukai beberapa orang, di mana para pengunjuk rasa melemparkan bom molotov sebagai respon.