Kamis 18 Jul 2013 03:54 WIB

Pasar Mobil Murah Buat Siapa?

Rep: Lingga Permesti, Yulianingsih, Andi Ikhbal / Red: M Irwan Ariefyanto
Mobil murah (ilustrasi)
Foto: r3870me
Mobil murah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Kebijakan murah harus memiliki target segmen yang jelas. Hal itu merupakan langkah untuk membatasi keberadaan mobil murah. Tanpa adanya kejelasan segmen pasar, mobil murah bisa menjadi masalah baru, seperti kemacetan dan pemborosan bahan bakar minyak (BBM).

"Baiknya segmennya dibatasi, target pasar harus jelas," ujar ekonom Universitas Padjadjaran (Unpad) Ina Primiana kemarin. Kebijakan mobil murah, kata Ina, juga kontraproduktif dengan kebijakan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi beberapa waktu lalu.

Selain itu, kata dia, mobil murah harus dibarengi dengan pertumbuhan infrastruktur jalan di daerah untuk mencegah kemacetan. Dia mencontohkan, Kota Bandung, Jawa Barat, akan mati apabila tak ada penambahan jalan setelah adanya mobil murah ini. Terlebih, perencanaan tata Kota Bandung belum berorientasi mengurangi kemacetan.

Peraturan terbaru terkait LCGC adalah Peraturan Menteri Perindustrian No 33/2013. Aturan yang ditetapkan pada 1 Juli 2013 itu merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah No 41/2013. Dua aturan ini memungkinkan produsen mobil memproduksi LCGC tanpa terkena pajak penjualan yang tinggi sehingga harga jual lebih murah.

Harga maksimal LCGC adalah Rp 95 juta. Harga bisa lebih tinggi apabila menggunakan transmisi otomatis atau pengaman lain. Meski begitu, untuk mendapat keringanan pajak, pemerintah menetapkan sejumlah syarat kepada produsen, di antaranya LCGC harus hemat energi dan ramah lingkungan.

Ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ahmad Makruf mengatakan, kebijakan mobil murah untuk pengembangan inovasi mobil nasional di Indonesia memang patut didukung. Kebijakan mobil murah tersebut juga baiknya bukan hanya diproduksi dengan kapasitas mesin (cc) kecil saja, tapi juga jangan dijual murah. "Kalau dijual murah, maka akan seperti kacang goreng, semua orang bisa beli. Yang memakai sepeda motor akan beralih ke mobil sehingga kemacetan tak terhindarkan," ujar Ahmad, Rabu (17/7). Jika dijual murah, meskipun cc-nya kecil, kebijakan hemat energi juga tidak akan tercapai, apalagi jika kemudian disubsidi.

Menurut dia, produksi mobil dengan cc murah memang harus dilakukan, tetapi mobil tersebut tetap harus dijual mahal. Sedangkan, untuk transportasi umum tetap dilakukan melalui transportasi publik yang ada.

Pakar ekonomi industri dari Universitas Airlangga, Ikhsan Modjo, mengatakan, kebijakan pemerintah memproduksi mobil murah berdampak pada kepadatan arus lalu lintas. Ketimbang menyediakan fasilitas tersebut, menurut dia, lebih baik benahi dulu angkutan transportasi masyarakat di daerah.

"Mumpung di Jawa Timur ini potensi macet belum seperti Jakarta dan masih ada upaya pembangunan angkutan massal," kata Ikhsan kemarin. Makan, mobil murah tersebut bukan menjadi solusi jangka panjang untuk memperbaiki layanan kebutuhan kendaraan, khususnya bagi warga Jatim.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement