REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kebijakan mobil murah merupakan terobosan dari Kementerian Perindustrian. Namun, kebijakan ini menjadi beban Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Mobil murah mengharuskan Kementerian ESDM untuk menjaga ketat kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan, mobil murah akan meningkatkan jumlah mobil. Kementerian ESDM juga harus berputar otak untuk menyediakan BBM sesuai dengan kebutuhan. ''Apa boleh buat, sudah konsekuensi,'' kata Susilo di Kementerian ESDM, Rabu (17/7).
Dengan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, kata Susilo, penjualan mobil ikut melonjak. Kenikmatan masyarakat ini tidak bisa dipisahkan dari tugas Kementerian ESDM yang makin berat. Jadi, ujarnya, masyarakat nikmat membeli mobil, tapi Kementerian ESDM sengsara menyediakan BBM.
Dia melukiskan, Singapura tak mampu produksi minyak, tetapi masyarakat mampu membeli mobil. Negara itu pun tak memusingkannya. Dengan perekonomian yang semakin maju, masyarakat akan mampu membeli berapa pun tarif keekonomian BBM.
Susilo mengungkapkan, apabila ekonomi sudah bagus, subsidi perlahan bisa dikurangi. Tujuannya, untuk mendidik masyarakat agar mandiri. Mandiri itu adalah masyarakat mampu untuk membeli BBM dengan harga keekonomian.
Pemerintah telah mengeluarkan regulasi untuk produksi low cost green car (LCGC), yakni Peraturan Menteri Perindustrian No 33/2013 pada 1 Juli 2013. Aturan ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah No 41/2013. Kedua aturan tersebut memungkinkan agen tunggal pemegang merek (ATPM) mobil memproduksi LCGC dengan keringanan pajak bila telah memenuhi syarat.
Sejumlah ATPM sudah siap memproduksi LCGC setelah terbit Peraturan Menteri Perindustrian No 33/2013. Mereka segera mengurus perizinan sebelum melempar mobil ke pasar. ATPM yang sejak lama menunggu aturan ini adalah Toyota, Daihatsu, Honda, Suzuki, Mitsubishi, Nissan, hingga pemain baru Tata Motors.