Senin 30 Sep 2013 17:00 WIB

Mobil LCGC Perkuat Keramahan Bangsa Indonesia

Wakil Presiden RI, Boediono Membuka IIMS 2013
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Wakil Presiden RI, Boediono Membuka IIMS 2013

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Agung Sasongko

Bangsa Indonesia dikenal dengan keramahannya. Itu pendapat umum yang mengemuka ketika bangsa asing mengindetifikasi negeri kita. Sayangnya, di era modern seperti sekarang keramahan itu baru menyentuh taraf sosiologis. Belum total pada tahapan teknologi aplikatif dikehidupan sehari-hari.

Mungkin, anugerah yang begitu luar biasa akan sumber daya alam dan manusia membuat bangsa ini khilaf. Negara ini lupa akan tanggung jawabnya untuk ramah terhadap lingkungan. Amanah ini yang belum dijalankan dengan baik. Apalagi bila berbicara dalam konteks alat transportasi. Ironisnya, nenek moyang bangsa ini yang terkesan kuno, kolot atau tidak canggih  justru ramah terhadap lingkungan. Apakah relevan dalam konteks kekinian, ya jelas ada.

Nenek moyang mungkin tidak mengenal kata mobil atau sepeda motor. Tapi mereka punya kuda, keledai, unta atau gajah.  Sebuah teknologi transportasi ramah lingkungan yang tiada bandingannya. Generasi penerus boleh jumawa dengan merk kendaraan berharga milliaran rupiah. Pertanyaanya, apakah itu ramah lingkungan. Ini yang perlu dicermati. Apakah seramah kuda?atau seefisien unta?.

Bicara soal kendaraan sebagai alat transportasi modern, memang Indonesia tengah mendapatkan momentum. Sempat terjun bebas ketika krisis 1997. Bangsa ini setapak demi setapak mulai merangsekmenuju industri otomotif terkemuka.

Memang, momentum itu belumlah melahirkan satu mekanisme ramah lingkungan. Di Jakarta misalnya, emisi gas buang kendaraan, baik itu kendaraan umum maupun pribadi, muncul menjadi sorotan. Belum lagi masalah konsumsi bahan bakar bersubsidi yang menyerap maksimal anggaran negara. Pertanyaannya, apakah “harus” kembali mengandalkan kuda, keledai, gajah atau unta. Tentu saja tidakbegitu.

Awalnya teknologi--utamanya terkait kendaraan sebagai alat transportasi, belumlah ramah lingkungan.Seiring perkembangan zaman, teknologi mulai menapaki satu langkah menuju keramahan tadi. Indikasinya bisa dilihat dari lahirnya mesin yang irit bahan bakar dan minim emisi. Prosesnya memang tidak sebentar, biaya pengembangannya pun tak sedikit. Itulah teknologi.

Meski belum maksimal memberikan sumbangsihnya terhadap pengembangan teknologi ramahlingkungan, tapi beruntunglah bangsa ini. Karena negara-negara lain yang lebih dulu mengembangkan teknologi ramah lingkungan. Mereka sangat membantu mengatasi kelemahan Indonesia soal keramahan terhadap lingkungan. Tidak perlu malu, tidak perlu merasa tidak nasionalis. Apa  yang lebih dulu dicapai bangsa lain, seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri.

Artinya apa, bangsa ini tidak perlu repot menghabiskan ratusan tahun untuk “mencoba” membuat satu teknologi yang ramah lingkungan. Justru, bangsa ini berkesempatan gerak cepat mengejar ketertinggalan. Sederhana tapi efektif.  Itu sebabnya, momentum ini perlu dimanfaatkan. Kesampingkan dulu masalah nasionalisme, tapi kedepankan visi bagaimana mempercepat adaptasi teknologi yang memperkuat identitas Indonesia sebagai sebuah bangsa yang ramah terhadap lingkungan.

Pada penyelenggaraan Indonesia Internasional Motor Show (IIMS) 2012, konteks ini mulai ditampilkan.Masyarakat memperoleh edukasi dari setiap mobil konsep LCGC yang dipamerkan. Saat itu, memang belum massif karena terganjal regulasi pemerintah. Masalah ini diakui cukup menganggu semangat menuju kendaraan ramah lingkungan. Perlahan tapi pasti, semangat yang sempat mengendur kembali bangkit.  

Pada PP No.41 Tahun 2013, resmi sudah kelahiran kendaraan murah dan ramah lingkungan (LCGC). Ini merupakan jawaban pemerintah atas perkembangan teknologi transportasi yang ramah terhadap lingkungan.,

Poin utama dalam aturan itu adalah pemerintah memberikan insentif kepada pabrikan yang memproduksi mobil LCGC sebesar 100 persen.  Namun, setiap pabrikan wajib memenuhi sejumlah syarat antara lain membuat produk yang dapat mengkonsumi bahan bakar 20 km per liter.  Kapasitas mesin pun ditentukan yakni 1.000 cc-1.200 cc untuk mesin berbahan bakar bensin atau 1.500 cc untuk kendaraan berbahan bakar diesel.

Poin penting lain, komponen pembuat mobil selama lima tahun harus sudah mencapai 80 persen buatan lokal. Para produsen juga diwajibkan membuat jadwal lokalisasi pembuatan komponen dalam negeri lebih kurang 105 grup komponen atau setara lebih kurang 10.000 komponen.

Arah pemerintah soal ini, ada harapan industri komponen buatan lokal bakal tumbuh dan berkembang. Di samping itu, konsumsi bahan bakar pun dapat ditekan hingga 66 persen. “Saat ini, rata-rata kendaraan di Indonesia mengkonsumsi bahan bakar 12 km per liter, sementara kendaraan LCGC yang dipatok pemerintah harus memenuhi syarat 20 km per liter. Penghematan yang dicapai melalui LCGC sekitar 66 persen,” kata Budi Darmadi, Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi, Kementerian Perindustrian.

Perlu dicatat, untuk memenuhi syarat LCGC yang ditetapkan, setiap pabrikan wajib melalui proses verifikasi kelayakan yang durasinya telah ditentukan. Verifikasi ini meliputi perusahaan pembuat, komponen pendukung dan lainnya. Jadi, kualitas coba dijaga sehingga implementasi dari keinginan penerapan teknologi ramah lingkungan tak sekedar isapan jempol belaka.

Pada ajang IIMS 2013, sejumlah produsen telah memperkenalkan produk LCGC besutannya. Contoh saja, Toyota Astra Motor (TAM) dan Astra Daihatsu Motor (ADM). Kedua agen pemegang merk (APM) untuk brand Toyota dan Daihatsu ini telah menampilkan kendaraan LCGC. Butuh waktu cukup lama sebelum akhirnya merilis mobil LCGC kepada publik. Antusiasme masyarakat pun begitu besar. Ini dilihat dari permintaan konsumen yang mencapai ratusan unit.

Ini pertanda, konteks terjangkau menjadi strategi ampuh guna menggiring masyarakat menjadi ramah terhadap lingkungan melalui aplikasi teknologi yang digunakan, dalam hal ini teknologi transportasi.Bukan tak mungkin, ke depannya, kendaraan LCGC bakal merangsek masuk pada tranportasi umum seperti taksi atau angkutan perkotaan.

Ini artinya, semakin besar pula penghematan bahan bakar. Pada akhirnya, anggaran negara yang semula habis untuk subsidi bahan bakar bisa disalurkan pada hal yang lebih produktif seperti kesehatan, pendidikan dan pemberdayaan ekonomi. Kemacetan pun hilang. Pemerintah bangga, pabrikan bahagia dan masyarakat sejahtera.  Itu yang benar. Bukan, pemerintah pusing, industri babak belur, dan masyarakat tua di jalan.

Seperti diutarakan mantan wakil Presiden, Jusuf Kalla ketika menyambangi IIMS beberapa waktu lalu, beliau mengatakan pemerintah daerah tidak perlu pusing soal LCGC. Tugasnya hanyalah mengatasi kemacetan Itu sebabnya, JK menyarankan agar segera tidak ditunda-tunda pembangunan dan pengembangan transportasi publik. Seperti misal, monorail, MRT dan lainya.

JK juga menilai kehadiran mobil murah ini tidak akan menambah kemacetan ataupun kian memboroskan konsumsi bahan bakar. Ini karena dimensi kendaraan yang kecil. Begitu pula dengan kapasitas mesin yang kecil pula. Pernyataan JK yang tak kalah penting adalah jangan ada diskriminasi dalam kepemilikan mobil.

Cina, raksasa ekonomi dunia merasakan gejala yang sama ketika pendapatan perkapita mereka menembus angka 3.000 dolar AS, kini 6.000 dolar AS. Kelas menengah tumbuh cepat. Permintaan akan kendaraan meningkat. Industri otomotif pun tumbuh. Intinya adalah mereka tidak menghindari tumbuhnya industri otomotif, yang ditandai dengan munculnya mobil LCGC. Mereka sigap, dengan membuat regulasi, memperkuat infrastruktur dan menyiapkan sistem transportasi massal.

Yang perlu jadi pegangan adalah pemerintah pusat tidak akan lepas tangan dari permasalahan LCGC. Ini yang disampaikan Wakil Presiden, Boediono ketika membuka IIMS 2013, Kamis (19/9) silam. Pemerintah telah menyiapkan satu paket yang bisa dikerjakan bersama. Ini termasuk pengadaan transportasi massal dan pemberlakukan Electronik Road Pricing (ERP)—tarif yang dikenakan pada jalan-jalan tertentu di ibukota.

Pada akhirnya, tidak perlu panik soal LCGC. Justru kekompakan antara pemerintah pusat, daerah dan industri perlu diperkuat. Tanpa kekompakan ini, bagaimana nasib masyarakat di jalan. Ini yang perlu diperhatikan. Semua masalah pasti ada solusinya, semua perkara pasti ada jalan keluarnya. Cina bisa melakukannya. Thailand, yang secara geografis lebih dekat dengan Indonesia, juga bisa melakukannya. Mereka bahkan menjadi salah satu negara dengan industri otomotif terkemuka di dunia. Apakah Indonesia tidak mau demikian?

Karena itu, mobil ekonomis dan ramah lingkungan ini merupakan awal. Satu langkah awal agar masyarakat kita ramah dengan lingkungan melalui aplikasi teknologi yang dimanfaatkan. Yang diikuti langkah lanjutan dengan membangun industri komponen lokal dalam negeri sehingga menurunkan angka pengangguran. Berlanjut pada langkah harapan menarik investasi lebih besar lagi. Dari data Kementerian Perindustrian diketahui kelahiran LCGC telah mendatangkan komitmen investasi sebesar 3 miliar dolar dari industri otomotif dan 3.5 miliar dolar untuk industri komponen pendukung.

Ini selaras dengan apa yang dikatakan wapres ketika menutup sambutannya. “Saya berpesan agar industri otomotif dikembangkan tak sebatas sales saja, tetapi juga jejaringnya dan struktur industrinya yang kuat,” pesan Boediono. Agung Sasongko

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement