REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar nampaknya bukan berita bagus bagi produsen penghasil kendaraan low cost green car (LCGC).
Pasalnya, para agen pemegang merek (APM) selaku distributor di Indonesia tidak bisa sembarangan merevisi harga mobil murahnya itu. Termasuk Toyota.
Ini karena, menurut Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor (TAM) Johnny Darmawan, para APM harus mengikuti aturan pemerintah yang sebelumnya sudah disepakati. Pemerintah, jelasnya, menulis aturan kalau pemain LCGC baru bisa meninjau kembali bisnis LCGC setahun setalah diresmikan.
"Nggak boleh itu (revisi harga). Itu harus setahun. Makanya mereka (APM) udah rugi nih," kata Johnny di Jakarta, Rabu (9/1).
Setelah setahun, tambah Johnny, pemerintah baru akan menambahkan faktor inflasi dalam sebagai penentuan harga LCGC. Sementara sebelumnya, pemerintah hanya menyebutkan mengenai biaya produksi dan bahan baku.
Sementara, mematok harga kendaraan LCGC maksimal Rp 95 juta. Atau penambahan harga maksimal 15 persen jika ada penyesuaian terhadap spesifikasi. Toyota Agya sendiri dijual dengan harga Rp 99,9 juta sampai Rp 120,75 juta.
"Makanya sebenarnya nggak gampang. Kalau ada orang yang bilang menarik, ini (LCGC) kaya buah simalakama. Udah diambil tau-tau begini," ujarnya.