REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mobil penjelajah serbaguna itu dinamai Fin Komodo. ‘Fin’, kependekan dari ‘formula Indonesia’, dan ‘komodo’ adalah satwa endemik kebangaan Indonesia. Sejak semula, Fin Komodo memang dirancang dengan semangat patriotisme membangun kekuatan industri otomotif yang berakar budaya Indonesia.
Didesain sesuai kondisi alam Nusantara, Fin Komodo berbentuk mungil, kokoh, sekaligus lincah dikendarai, bahkan di medan ekstrim. Rancang bangun mobil berkapasitas 250 cc tersebut dibuat dengan perhitungan matematis yang sangat cermat. Tak perlu diragukan, sang inovator adalah Ibu Susilo, mantan insinyur PT Dirgantara Indonesia, yang juga pernah terlibat dalam proyek perancangan pesawat Airbus A380 dan A400M.
Cukup lama mendengar nama harumnya, baru akhir pekan lalu Republika bertemu Fin Komodo, ketika berkunjung ke ajang Indo Automotive, sebuah pameran otomotif berskala internasional yang berlangsung di Jakarta. PT Fin Komodo Teknologi, produsen Fin Komodo turut berpameran dalam ajang tersebut. Kepada Republika sang direktur yang juga pencipta Fin Komodo, Ibnu Susilo, berbagi cerita soal karya kreatifnya itu.
Dikisahkan Ibnu, proyek Fin Komodo mulai dia rintis di Cimahi, Jawa Barat, sejak 2005, di mulai dengan sebuah riset pasar. Tahun 2006 desain diciptakan, dilanjutkan dengan pembuatan prototipe pada 2007. Tahun 2008, generasi pertama mulai diproduksi.
Dengan sejumlah perbaikan, generasi kedua hingga ke-4 kembali diproduksi dan dipasarkan mulai 2009 hingga 2011. Sejak 2011 sampai sekarang, tak banyak lagi perubahan berarti dilakukan, kecuali penambahan kecil serta polesan sejumlah aksesoris.
Bagi Ibnu, Fin Komodo diciptakan bukan sekedar sebagai kendaraan, melainkan sebentuk perjuangan mewujudkan kedaulatan industri otomotif Indonesia. Ibnu berani mengklaim, Fin Komodo seratus persen produk Indonesia, dari mulai kepemilikan paten hingga kepemilkan modal.
Tak kurang dari 40 UKM digandeng untuk menyuplai berbagai komponen bahan baku yang dibutuhkan. “Semua harus dibangun setahap demi setahap agar menjadi budaya. Teknologi itu sendiri, kan bagian dari budaya,” ujar pria 50 tahunan itu.
Ke acara pameran kali itu, Ibnu membawa salah satu varian Fin Komodo tipe KD 250 AT, yang terlihat berbeda dengan jenis sebelumnya. Berwarna hijau toska, KD 250 AT dilengkapi dengan atap dengan ruang penyimpanan barang di atasnya, serta sejumlah aksesoris, seperti bagasi tambahan di bagian belakang, lampu kabut di sisi kanan dan kiri atas, serta tabung kawat penderek di bumper depan.
Menurut Ibnu, sejak mulai diproduksi, Fin Komodo banyak mendapat apresiasi. Sejumlah penghargaan dihadiahkan, termasuk anugerah Presiden Republik Indonesia untuk kategori Rintisan Teknologi Industri pada 2012 lalu. Dari segi pemasaran, Fin Komodo, menurut Ibnu, banyak mendapatkan pesanan dari berbagai daerah di Indonesia, utamanya dari perusahaan perkebunan dan pertambangan.
Selain tangguh, Ibnu menambahkan keunggulan lain Fin Komodo, di antaranya irit dan harganya terjangkau. Menurut Ibnu, karena bobotnya yang ringan, tak banyak energi yang dibutuhkan, sehingga sedikit saja bensin yang diperlukan.
Untuk tipe biasa, Fin Komodo dibanderol Rp 75 juta, belum termasuk ongkos kirim. Harga murah itu, kata Ibnu, karena semua material berasal dari dalam negeri, di tambah ketidakharusan membayar paten dan lisensi ini-itu ke luar negeri, karena semua milik sendiri.