REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Aston Martin, produsen mobil mewah yang berbasis di Inggris sedang mempersiapkan untuk mengurangi sekitar 300 orang pekerjanya. Hal ini dilakukan untuk merampingkan biaya operasi.
Rencana pengurangan pekerja tersebut mencapai angka 15 persen dari total pekerja pada perusahaan tersebut. Sebagian besar pengurangan terjadi pada posisi administrasi dan manajerial dibanding operasi manufaktur.
Perusahaan ini dikatakan akan menawarkan pensiun dini serta pemberhentian secara sukarela untuk membantu menghilangkan anggapan pemecatan paksa.
Meskipun perusahaan melakukan upaya restrukturisasi, penjualan yang ada serta perkiraan pendapatan dinilai tetap tidak akan berubah. Salah satunya faktornya adalah perusahaan masih berjuang untuk mencapai profitabilitas setelah mencatat kerugian sebesar 111 juta dolar AS pada tahun 2014, naik dari 25,4 juta dolar AS pada tahun 2013.
Selain melakukan pemangkasan karyawan, Aston Martin juga berencana akan mengganti setiap model saat ini pada lineup tahun 2020. Di antara tiga model yang terbaru, Aston Martin berharap crossover DBX diharapkan akan mengalami penjualan sebesar setengah dari total penjualan secara global dengan pusat strategi pertumbuhan di AS dan Cina.