REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Kebijakan pemerintahan Presiden AS Donald Trump terhadap Iran, ternyata menjadi peluang bagi produsen otomotif Prancis yang mulai serius menggarap bisnis mereka di Iran.
Hal itu terlihat dari PSA grup yang menangani penjualan sejumlah merek otomotif asal Prancis sejak 2015 telah menandatangani kontrak bisnis senilai 768 juta dolar AS. Renault sendiri dikabarkan siap membangun pabrik baru guna meningkatkan produksinya hingga 350 ribu unit pertahun.
Namun, PSA dan Renault masih enggan berkomentar soal bisnis mereka di Iran. Namun, awal tahun ini, kepala perwakilan PSA di Timur Tengah, Christophe Quemard mengakui kebijakan pemerintahan Trump memberikan angin segar baginya dibanding para kompetitornya. "Ini peluang bagi kami untuk memimpin pasar," katanya.
Perusahaan otomotif Prancis masih lebih beruntung dibanding rivalnya dari AS, Jerman ataupun Jepang lantaran tidak memiliki pabrik atau jaringan penjualan di AS. Hal ini mengurangi risiko mereka dari terkena ancaman sanksi pemerintahan Trump yang masih menjatuhkan larangan transaksi bisnis dengan Iran.
Kebijakan pemerintahan Trump soal nuklir Iran, telah menjadi sorotan banyak kalangan termasuk para industriawan otomotif. Sebenarnya Volkswagen dan BMW juga memiliki ambisi yang sama, namun masih terkendala kebijakan Trump tersebut. "Kami mengetahui potensi pasar di Iran, tapi kamu tak bisa mengabaikan risikonya," kata sebuah sumber yang dekat dengan VW, Senin (15/5).
Bisnis otomotif di Iran melonjak hingga 50 persen dalam kuartal pertama 2017. Menurut lembaga riset IHS Automotive, sejumlah merek kendaraan Prancis seperti Peugeot, Renault dan SAIPA, yang merupakan produk dari Citroen untuk pasar di Iran, berhasil meraih keuntungan yang besar.
"Banyak orang yang membelanjakan uang mereka dan berinvestasi di kendaraan, bank sendiri juga memberikan pinjaman," kata Mehdi Monfared, salah seorang penjual kendaraan di Iran.