Senin 19 Jun 2017 17:51 WIB

Hadapi Brexit, JLR Siap Rekrut 5.000 Karyawan Baru

Pemandangan di salah pabrik Jaguar Land Rover di Liverpool, Inggris
Foto: Reuters
Pemandangan di salah pabrik Jaguar Land Rover di Liverpool, Inggris

REPUBLIKA.CO.ID LONDON -- Produsen otomotif Inggris, Jaguar Land Rover (JLR) berencana menyiapkan lowongan bagi 5 ribu staf baru. Hal itu dilakukan sebagai antisipasi menghadapi persaingan industri otomotif dunia yang tampaknya mengarah kepada pengembangan sistem kemudi otomatis dan elektrik.

Saat ini JLR yang telah memiliki sekitar 40 ribu karyawan di sejumlah negara akan mengontrak sekitar seribu pakar dibidang perangkat lunak dan elektronik. Jumlah itu masih ditambah dengan personil yang piawai dibidang manufaktur. Sebagian besar dari mereka akan ditempatkan di Inggris yang menjadi pusat produksi JLR. 

Proses merekrut karyawan baru tersebut akan dilakukan dalam 12 bulan ke depan, bersamaan dengan berlangsungnya perundingan rencana keluarnya Inggris dari kelompuk Uni Eropa.  

JLR yang kini dimiliki raksasa otomotif India, TATA Motors akan segera memproduksi I-Pace di Austria. Namun, tidak menutup kemugkinan memproduksi kendaraan serupa di Inggris apabila ada dukungan penuh dari penguasa di Britania Raya.

Saat ini industri otomotif sedang berlomba menciptakan kendaraan ramah lingkungan dan hemat bahan bakar. Menyusul adanya desakan dari berbagai kalangan untuk menjaga ancaman polusi udara.

Namun, tampaknya Inggris belum siap menghadai perubahan tren global industri otomotif tersebut. Hal itu terlihat dari kapasitas pabrik yang tidak mencukupi. Kementerian terkait juga telah menyepakati untuk membangun fasilitas baru yang dibutuhkan. 

Menurut pihak manajemen JLR kendaraan elektrik akan seger dijumpai pada akhir dekade mendatang setelah perusahaan tersebut diawaki karyawan yang piawai di bidang elektronik dan perangkat lunak.   Ketidakpastian politik di Inggris menyusul pemilu beberapa waktu lalu, telah menuai ketidakpastian.

Kalangan industriawan Inggris telah endesak penguasa setempat untuk memperhatikan kepentingan nasional. Termasuk jaminan kebebasan tarif, jaminan bagi warga uni eropa yang tinggal di Inggris dan pemangkasan biaya lainnya. Menteri keuangan Philip Hammond menyebutkan keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan akan menjadi kerugian besar bagi Inggris. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa tidak akan merugikan investasi dan karyawan.

 

[removed][removed] [removed][removed] [removed][removed] [removed][removed] [removed][removed] [removed][removed] [removed][removed]

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement