REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri ESDM, Ignasius Jonan menilai perlu ada langkah yang besar untuk bisa merealisasikan penggunaan mobil listrik di Indonesia. Lompatan besar perlu dilakukan menurut Jonan, sebab penggunaan mobil listrik selain bisa melepas ketergantungan masyatakat dari energi fosil juga untuk mengejar target bauran energi terbarukan di Indonesia sebesar 23 persen pada 2045 mendatang.
Jonan menilai, dalam satu kasus mobil listrik misalnya, perlu ada insentif yang besar yang perlu dikeluarkan pemerintah. Belum lagi, menurut Jonan realisasi tersebut membutuhkan waktu karena masifnya penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil dan produksi yang masih berjalan.
Salah satu lompatan besar juga menurut Jonan pemerintah Indonesia harus berani mengambil kebijakan bahwa penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil harus distop pada 2040 mendatang. Jika tidak ada lompatan besar tersebut, bahkan hingga 30 tahun mendatang, menurut Jonan rencana memasifkan mobil listrik tidak akan tercapai.
"Mobil listrik 30 tahun lagi tidak akan mayoritas. Kecuali insentifnya besar. Perlu juga kebijakan yang tegas. Misalnya, stop penggunaan dan produksi mobil dengan bensin. Ini menurut saya," katanya di Hotel JW Marriott, Selasa (26/9).
Jonan mengatakan pihaknya juga sudah membicarakan hal ini kepada Presiden Joko Widodo. Ia mengatakan, pada pertemuannya di Rapat Terbatas beberapa waktu lalu, ide memberhentikan produksi mobil berbahan bakar fosil sudah ia ajukan kepada Presiden. Sayangnya, hingga saat ini Presiden juga belum bisa memberikan keputusan.
"Kementerian ESDM dan stakeholder mengusulkan mulai 2040 tidak ada lagi penjualan mobil berbahan bakar fosil, ini belum setuju. Kalau dibuat begitu, mungkin tantangannya besar tapi enggak akan. Jadi sampai 2039 mobilnya masih jalan. Mungkin populasinya sampai 2050-2060," ujar Jonan.