REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementrian Perindustrian (Kemenperin) sampai saat ini masih menggodok skema pajak terkait produksi massal mobil listrik. Meskipun demikian, Kemenperin terus mendorong pelaku industri otomotif nasional mulai mengembangkan mobil listrik. Pasalnya, tren kendaraan masa depan menuju konsep yang hemat energi dan ramah lingkungan.
"Sampai saat ini masih dalam pembahasan terkait perpajakan dengan Kementrian Keuangan (Kemenkeu). Belum bisa menjadi konsumsi publik," ujar Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasidan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan saat dihubungi Republika pada Senin (2/10).
Suryawirawan menjelaskan, bahwa mobil listrik masuk ke dalam golongan kendaraan rendah emisi. Maka dari itu, mobil listrik juga digolongkan sebagai barang mewah.
Selain itu, untuk tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) juga masuk ke dalam insentif yang sedang dibahas bersama Kemenkeu. "Nanti ada kewajiban local content. Sama seperti program LCGC (Low Cost Green Car)," tambahnya.
Sebelumnya, Kemenperin juga memiliki program insentif untuk LCGC. Sebagai kendaraan ramah lingkungan, kendaraan yang digolongkan sebagai LCGC dibanderol dengan harga murah. Meskipun sama-sama membawa keunggulan mobil ramah lingkungan, tetapi mobil listrik akan memiliki harga yang mahal.
Ke depan, diprediksi tren industri otomotif akan menuju konsep hemat energi dan ramah lingkungan. Maka dari itu, Kemenperin terus mendorong pelaku industri otomotif nasional untuk terus mengembangkan mobil listrik. Disamping itu, pengembangan mobil listrik sebagai salah satu komitmen Pemerintah Indonesia dalam upaya menurunkan emisi sebesar 29 persen pada tahun 2030.
"Masih terbuka peluang untuk pengembangan mobil listrik secara mandiri oleh industri dalam negeri karena teknologinya masih berkembang dan belum ada pemain yang dominan di industri ini," ujar Suryawirawan.
Menurut Suryawirawan, agar industri otomotif dalam negeri dapat terus berdaya saing, pengembangannya harus sinergi dengan tuntutan pasar. "Mobil listrik ini menjadi target market untuk pengembangan industri otomotif kita ke depan. Kalo tidak diantisipasi perkembangan teknologi ini, hanya menjadikan kita sebagai pengguna," tuturnya.
Ia menyampaikan, teknologi kendaraan hemat energi dan ramah lingkungan mengarah kepada advance diesel/petrol engine, bahan bakar alternatif (biofuel), bahan bakar gas (CNG atau LGV), kendaraan listrik, hybrid, dual fuel (gasoline-gas) dan fuelcell (hydrogen).
Diperlukan sinergi dukungan berbagai instansi terkait untuk melakukan penelitian dan pengembangan serta penetapan regulasi terkait perkembangan teknologi tersebut. "Untuk mobil listrik, teknologi yang perlu dikembangkan antara lain charging station, baterai, dan motor listrik," ungkapnya.