REPUBLIKA.CO.ID, Rencana penggunaan mobil listrik untuk mengurangi polusi telah digaungkan beberapa negara, bahkan ada negara yang siap menyingkirkan mobil konvensional yang menggunakan tenaga diesel dan berbahan bakar bensin. Namun sebelum memutuskan untuk mengganti kendaraan konvensional ke listrik, mari kulik beberapa kekurangan yang dimiliki mobil listrik.
Pertama, mobil listrik mengharuskan pemilik untuk mengisi baterai listrik di suatu tempat, karena belum tersedianya stasiun pembangkit listrik seperti halnya pom bensin bagi kendaraan konvensional. Selain itu, pemilik kendaraan listrik mungkin memerlukan National Grid untuk mengisi mobil mereka dalam waktu semalam.
Namun dari manakah listrik National Grid itu? Menurut data terbaru dari Digest of UK Energy Statistics, dinyatakan bahwa 51 persen listrik National Grid berasal dari hasil pembakaran fosil, seperti gas dan batubara. 21 persen lain berasal dari tenaga nuklir, dan sisanya berasal dari sumber yang dimutakhirkan.
Meskipun pada kenyataannya mobil listrik dapat mengurangi polusi, meningkatnya permintaan pengadaan pembangkit listrik sama halnya dengan menghabiskan banyak bahan bakar fosil untuk dijadikan bahan bakar. Hal tersebut tentu akan menghasilkan jutaan polutan.
Kedua, kebijakan pemerintah yang mengklarifikasikan mobil listrik sebagai kendaraan 'non emisi' membuat terciptanya kesan bahwa mobil listrik dapat menjadi suatu yang besar karena dianggap tidak memiliki pengaruh negatif kepada lingkungan. Nyatanya, beberapa kategori penelitian menyatakan mobil listrik dapat lebih mencemari dibandingkan mobil konvensional.
Bukan hanya tentang bahan bakar, ramah lingkungan atau tidaknya mobil ternyata juga dapat dikategorikan dari ukuran dan berat mobil. Intinya, mobil berukuran lebih besar tentu membutuhkan tenaga baterai yang lebih banyak, dan semakin banyak tenaga yang mereka gunakan maka semakin banyak pula polusi yang ditimbulkan. Jika mobil listrik benar-benar ramah lingkungan seperti anggapan kebanyakan orang, maka mereka harus memastikan ukuran mobil tersebut lebih kecil.
"Jika benar-benar peduli dengan CO2, kita harus mengurangi ukuran dan berat mobil," kata Nico Meilhan, seorang analisis mobil dan pakar energi saat diwawancarai Financial Times.
Ketiga, masalah lain yang dipertimbangkan adalah baterai mobil listrik itu sendiri. Baterai yang terbuat dari unsur kimia metalik (nikel) dengan ukuran besar, kobalt (logam) dan lithium (logam alkali lunak berwarna putih) yang menghabiskan kekayaan alam. Sebuah penelitian pada 2009 lalu mengungkapkan bahwa nikel adalah logal terburuk kedelapan dalam hal penambangan dan pemanasan global dan polusi. Nikel juga terbukti dapat menyebabkan timbulnya penyakit pernafasan, salah satunya terjadi pada penduduk desa Cerro Matoso, Kolombia yang merupakan wilayah penambangan nikel.
Memproduksi lithium juga dapat berdampak pada lingkungan, karena untuk menghasilkan lithium, anda harus menghancurkan baru yang selanjutnya diekstraksi untuk menghasilkan satu ton karbon sioksida untuk setiap ton karbonat litium yang diproduksi. Masalah lain adalah jika baterai lithium telah mencapai akhir masanya. Diperkirakan sekitar 11 juta ton baterai lithium-ion tua akan dibuang selama 12 tahun ke depan, dan hanya lima persen saja yang akan didaur ulang.
"Penggunakan kobalt dan lithium untuk menggantikan bensin, bukanlah menyelesaikan sebuah permasalahan namun menggantikannya dengan masalah baru," ujar Meilhan.
Keempat, manufaktur mobil listrik seringkali dapat berpotensi merusak lingkungan seperti halnya mobil konvensional. Sangat sedikit mobil listrik yang dirancang dengan kepekaan yang tepa terhadap lingkungan. salah satu rancangan terbaik adalah BMW i3 karena terdiri dari bahan-bahan daur ulang, seperti tempat duduk yang terbuat dari bahan botol daur ulang, dan badan serat karbonnya yang merupakan produk dari pabrik yang beroprasi pada pembangkit listrik tenaga hydro-electricity.
Ketua Committee On The Medical Effects Of Air Pollutants Profesor Kelly menyatakan bahwa rencana pemerintah untuk menghapuskan mobil bensin dan diesel tidak berjalan lebih jauh. Dia menegaskan bahwa yang dibutuhkan adalah menekan jumlah mobil, bukan hanya menggantinya dengan mobil yang diklaim ramah lingkungan.
"Jika benar-benar menginginkan kota bebas polusi, maka kita harus menyingkirkan mobil, listrik, dan mulai bersepeda," kata Profesor Kelly.