Selasa 30 Jan 2018 05:29 WIB

Ahli Peringatkan Penumpang Mobil Otonom

Pabrikan mobil otonom mulai meluncurkan fitur keselamatan baru untuk membantu driver.

Mobil Otonom buatan Apple. Ilustrasi
Foto: Google
Mobil Otonom buatan Apple. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mobil otonom akan menjadi salah satu produk teknologi di masa depan yang kini sudah mulai muncul di pasaran. Para pabrikan mobil otonom meyakinkan konsumen bahwa teknologi yang digunakan aman dan efisien. Mereka menjanjikan penggunanya akan mengalami pengalaman mengemudi yang lebih dari sekedar kenyamanan.

Namun ada argumen dibalik segala janji tersebut, jika mobil mengalami kecelakaan, siapa yang harus disalahkan? Merespon hal tersebut, para ahli memperingatkan mengenai kondisi terburuk dari uji coba mobil otonom. Mereka mengejar ketertinggalan teknologi dengan semakin banyaknya mobil otonom di jalanan. Mobil otonom masih dilengkapi dengan kemampuan seperti jalur penghalang dan deteksi rintangan.

Baca juga: Blackberry Jajal Peruntungan di Industri Mobil Otonom

Kekhawatiran lain adalah penumpang dalam mobil otonom dipercayai untuk mengambil keputusan yang dapat mengakibatkan kecelakaan atau lolos dari kecelakaan tersebut. "Orang-orang sudah cenderung terganggu. Ketika sedang menelepon, makan sambil menyetir. Fitur otonom memberikan rasa bagi orang bahwa ada sesuatu yang mengendalikannya dan kita cenderung melebih-lebihkan kemampuan teknologi," kata Ilmuwan senior di Rand Corporation, Nidhi Kalra.

Hasilnya adalah pengemudi akan dibawa pada rasa aman yang salah, dimana mereka digadang-gadang oleh kenyamanan sebuah mobil otonom. Kepercayaan tersebut berasal dari penglihatan penumpang untuk dapat menikmati aktivitas santai saat berada dalam mobil otonom, seperti mengirim pesan, makan, menelepon atau bahkan tidur.

Kini semakin banyak orang Amerika yang terbiasa dengan gagasan mengendarai kendaraan otonom. Menurut AAA sekitar 63 persen orang Amerika mengatakan bahwa mereka takut naik mobil otonom. Angka tersebut turun sekitar 78 persen dari 2017 lalu.

Seperti dilansir dari laman Daily Mail, para ahlii mengatakan bahwa konsumen mungkin salah paham dengan kemampuan yang dapat dilakukan mobil otonom tanpa adanya interaksi manusia. Tesla, Mercedes dan BMW memiliki mobil otonom tingkat dua, yang artinya mobil dapat mengendalikan hal-hal tertentu seperti mempercepat atau melambat. Namun, pengemdi harus selalu sigap mengambil alih kembali kemudi.

Sedangkan mobil otonom milik Google, Waymo, telah menguji mobil otonom tingkat tiga, dimana kendaraan tersebut mampu menangani fungsi penting keselamatan serta operasi dasar. Sedangkan tingkat empat adalah mobil yang dianggap sepenuhnya otonom.

CEO Tesla, Elon Musk berjanji Tesla akan mencapai mobil otonom tingkat empat dalam waktu dekat. Namun tujuan tersebut harus memastikan dapat menghadapi rintangan selanjutnya mengenai keamanan dan regulasi teknologi.

GM dituntut oleh pengendara motor setelah salah satu mobil otonom, Chevy Bolt bertabrakan dengannya di jalanan sibuk San Fransisko bulan lalu. Sementara itu, Tesla sedang diselidiki oleh pihak Administrasi Keselamatan Lalu Lintas Jalan Raya AS setelah mobil semi otonom Tesla menabrak truk pemadam kebakaran yang sedang parkir. Untungnya, tidak ada yang terluka dalam kecelakaan itu.

Pabrikan mobil otonom mulai meluncurkan fitur keselamatan baru untuk membantu pengemudi agar tidak mengandalakan mobil yang terlalu banyak mengambil alih. Seperti yang dilakukan GM dengan memperkenalkan teknologi eye-tracking untuk memastikan mata pengemudi terfokus pada jalan. Di sisi lain, Tesla menciptakan fitur yang mematikan fitur otonom sepenuhnya jika pengemudi mengabaikan peringatan untuk tetap memegang kemudi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement