REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isuzu merespons dengan baik dengan adanya peraturan menteri (Permen) ESDM No. 41 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel dalam rangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Perkebunan Sawit. Kesiapan Isuzu pada peraturan ini didukung mesin common rail Isuzu yang sudah siap dengan bahan bakar Biodiesel 20 persen (B20).
"Sebagian mesin Isuzu menggunakan mesin common rail yang siap menggunakan B20 dalam menyongsong implementasi standar emisi Euro 4 pada 2021 tanpa perlu dimodifikasi atau penambahan alat apa pun. Mesin Isuzu pun sudah diuji selama 1.000 jam, dan hasilnya sangat memuaskan. Tidak ada masalah ketika pengujian tersebut berlangsung," kata President Direktur PT Isuzu Astra Motor Indonesia Ernando Demily, Selasa (27/11).
Mesin common rail Isuzu tidak membutuhkan pengecekan dan perawatan khusus ketika menggunakan bahan bakar B20. Perawatan mesin sesuai dengan buku panduan pemilik kendaraan, diantaranya periksa ketinggian oli mesin dengan dipstick secara rutin sebelum memulai menghidupkan mesin, cek water sedimentor secara berkala, ganti filter solar secara berkala sesuai dengan buku panduan pemilik kendaraan, cek kondisi tangki bahan bakar, bersihkan, dan lakukan penirisan tangki bahan bakar jika diperlukan
"B20 ini juga tidak mengugurkan warranty claim sehingga customer tidak perlu takut karena Isuzu akan tetap memberikan pelayanan yang terbaik," kata GM Marketing PT Isuzu Astra Motor Indonesia Attias Asril dalam diskusi "Roadmap Kebijakan Biodisel di Indonesia".
Dalam Permen ESDM No. 41 disebutkan badan usaha BBM wajib melakukan pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) Jenis Biodiesel dengan BBM jenis Minyak Solar sesuai dengan penahapan kewajiban minimal pemanfaatan BBN Jenis Biodiesel yang ditetapkan oleh menteri. Badan usaha yang dimaksud adalah badan usaha BBM yang memiliki kilang dan menghasilkan BBM jenis minyak solar, serta badan usaha yang melakukan impor BBM jenis minyak solar.
Dalam permen ini juga diatur mengenai sanksi jika badan usaha terkait tidak melakukan pencampuran bahan bakar nabati dengan BBM. Sanksi yang ditegaskan adalah administratif berupa denda senilai Rp 6.000 per liter dan pencabutan izin usaha.