Selasa 07 Jan 2020 14:45 WIB

Aquaplaning Ternyata Bukan Hanya Faktor Ban

Merawat dan memperhatikan faktor ban membuat risiko aquplaning bisa ditekan.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Indira Rezkisari
Aquaplaning adalah kondisi mobil yang tidak bisa dikendalikan akibat air yang berada di tapak ban.
Foto: PxHere
Aquaplaning adalah kondisi mobil yang tidak bisa dikendalikan akibat air yang berada di tapak ban.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Banjir membuat publik mengenal isu aquaplaning. Apalagi muncul pesan berantai di WhatssApp tentang aquaplaning.

Pakar otomotif, Bebin Djuana beranggapan bahwa aquaplaning atau risiko kendaraan melayang di atas air kerap terjadi di musim penghujan. Oleh sebab itu, ia mengingatkan agar pengguna kendaraan mulai memperhatikan ban secara menyeluruh.

Baca Juga

“Aquaplaning itu adalah kondisi mobil ketika tidak bisa dikendalikan akibat air yang berada di tapak ban, tak bisa dikeluarkan dari jalur motif ban,” ujar dia kepada Republika.co.id, Selasa (7/1).

Sambungnya, beberapa kejadian memang telah terjadi di awal tahun ini, di mana kondisi hujan dan basah mendukung kondisi yang menyebabkan kecelakaan itu. Kendati demikian, Bebin menampik bahwa ban menjadi satu-satunya faktor utama dari aquaplaning tadi.

“Dan tidak melulu karena motif ban, tentunya juga karena kecepatan yang terlalu tinggi. Jadi kalau motif tidak mendukung, dan kecepatan melebihi batas, ya sudah masalah dobel,” katanya.

Untuk menghindari kejadian aquaplaning ketika hujan melanda, mengurangi kecepatan di jalan lurus dan licin menjadi satu-satunya alternatif. Dengan catatan, ban tersebut dalam kondisi utuh dan layak.

“Kalau kecepatannya masih 60 Km/jam itu masih aman, tapi dengan catatan yang tadi,” katanya.

Ia menuturkan, pengguna kendaraan harus mengetahui kondisi kendaraannya sendiri. Termasuk dari waktu yang tepat untuk mengganti ban tersebut. Menurut dia, kondisi ban yang sering dipakai dalam berbagai medan dan beban juga berpotensi untuk menipiskan ban.

“Kerusakan ban juga kerap kali karena komponen-komponen lainnya. Misal karena gaya mengemudi yang agresif, tentu akan menghabiskan ban,” katanya.

Sambung dia, kondisi jalanan yang berbatu dan kasar atau suspensi yang rusak, juga bisa menghabiskan daya guna ban. Bahkan, dengan tidak menjaga tekanan angin, juga bisa memperpendek usia ban.

Secara umum menurut Bebin, setiap ban memang tidak bisa digeneralisasi. Karena selain kualitas ban yang berbeda, alasan lain juga bisa menjadi faktor.

“Beban yang dibawa kendaraan dan kecepatan juga mempengaruhi usia ban,” katanya.

Menurut dia, umur ban pada ketika sudah menempuh jarak 30 ribu Km, masih bisa dikatakan baik, jika penggunaan sesuai ketentuan. Bebin memaparkan, penggunaan ban di jalan yang rusak, meski bermaterial terbaik ataupun grid ban yang luar biasa, bisa saja umurnya habis dalam jarak 20 ribu Km. Hal tersebut karena penggunaan dengan masif dan tanpa perawatan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement