Rabu 26 Feb 2020 16:00 WIB

BPPT Kaji Ekosistem Mobil Otonom untuk Ibu Kota Baru

Ibu kota baru akan mengusung konsep kota cerdas dan transportasi cerdas.

Mobil Otonom. Ilustrasi
Foto: Sciencealert
Mobil Otonom. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengkaji ekosistem kendaraan autonomous yang dikembangkan. Hal ini untuk menunjang konsep kota cerdas atau smart city untuk Ibu Kota Baru di Kalimantan Timur.

Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan indikator kota cerdas adalah smart mobility, smart people dan smart building. Ini tentu akan berdampak pada model transportasi yang digunakan.

Baca Juga

Sesuai dengan permintaan Presiden Joko Widodo pada berbagai kesempatan agar sistem transportasi di ibu kota baru sudah menganut autonomous vehicle atau kendaraan otonom tanpa pengemudi.

BPPT, ujar dia, telah menyiapkan konsep ekosistem penunjang bernama Driverless Ecosystem yang terus dikaji terap oleh para perekayasa atau engineer di BPPT. Ada beberapa hal yang harus dibangun untuk percobaan ekosistem serta untuk hilirisasi ekosistem kendaraan otonom.

Ekosistem kendaraan otonom ia mengatakan harus dibangun secara bertahap diantaranya dengan level automation. "Ada lima level, mulai dari parsial, no automation at all, sampai full automatisasi dengan infrastruktur yang memadai,” kata Hammam.

Staf Khusus Menteri Perencanaan Pembangunan Chairul Abdini yang menuturkan bahwa tantangan autonom ini banyak dan rumit dibanding pesawat terbang. Sebab, mobil ini bergerak di jalan dan menghadapi banyak hal hal yang tidak terduga.

“Kendaraan autonomous ini perlu memahami perilaku kendaraan, dan respon terhadap situasi di jalan. Karena ketika kendaraan berapa miles berjalan, maka ribuan sensor bekerja untuk memindai situasi,” katanya.

Dedi Cahyadi dari Puslitbang Kementerian Perhubungan mengatakan jika bicara mengenai penerapan kendaraan autonomous, maka harus menyiapkan ekosistem dan infrastrukturnya serta kendaraannya.

Autonomous, menurut dia, kendaraan pintar yang menggunakan robot, meski begitu tetap menggunakan manusia dan bisa menggunakan kecerdasan buatan dalam rutenya. Saat ini autonomous baru dikembangkan di China dan Korea.

Dedi mengatakan ada prinsip-prinsip yang menjadi tantangan dalam pengembangannya. Regulasi juga menjadi pertimbangan untuk menyesuaikan dengan teknologi baru.

“Kemudian juga harus user friendly dan scalability, infrastruktur support. Dan sistem yang dikembangkan harus dapat diandalkan. Jadi walau ada kegagalan sinyal, rem, kendaraan. Hal lain yang perlu dipikirkan adalah training dan edukasinya,” ujar dia.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement