REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Stigma buruk masih melekat pada pengemudi perempuan, salah satu penyebabnya adalah perilaku slow motion di jalan raya, menurut Training Director dari Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu.
"Stigma pengemudi perempuan seperti itu dikarenakan salah satunya perilaku slow motion, misalnya pengemudi perempuan rata-rata memacu kendaraan 40 km/jam di jalan, lalu saat memberi lampu sen belok kanan contohnya, lambat sekali berbeloknya," ujar dalam diskusi safety driving yang digelar Mobil123.com dia di Jakarta, baru-baru ini.
Padahal, lanjut Jusri, memacu kendaraan dengan kecepatan lambat belum tentu aman. Kendaraan-kendaraan di sekeliling dengan kecepatan lebih tinggi bisa sewaktu-waktu menabrak kendaraan Anda. Alasan lainnya, ialah perilaku multitasking saat berkendara di jalan raya.
Jusri mengatakan, tak sedikit perempuan dan bahkan laki-laki yang tak fokus berkendara, misalnya mengemudi sambil menerima telepon atau sekedar menyetir sambil memikirkan masalah di kantor atau rumah.
"Ubah mindset. Ketika di jalan, pikirkan Anda sedang berperang. Berpikirlah antisipatif. Jangan lakukan slow motion, jangan memikirkan hal-hal lain. You are the driver. Fokus di situ, jangan lakukan perilaku multitasking," tutur pria yang telah berkecimpung sebagai trainer sejak 1984 itu.
Di samping itu, pemikiran bahwa perempuan memiliki hak eksklusif juga menjadi penyebab lainnya. Padahal, hal ini tak berlaku saat di jalan raya.
"Ada mindset ekslusivitas. Ini bawaan dari dunia non mengemudi. Karena kaum ditempatkan tersendiri, tanpa sadar dianggap memiliki hak ekslusifitas, termasuk saat di jalan raya. Padahal tidak begitu saat di jalan. Tak ada istilah gender di jalan raya," kata dia.