REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, proses pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) harus dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab. Jokowi mengingatkan, dalam pengadaan alutsista, pemerintah harus mengindari praktik korupsi dan praktik mark-up anggaran.
"Saya ingin dalam pengadaan alutsista ini betul-betul diterapkan prinsip-prinsip transparansi, prinsip-prinsip akuntabilitas, tidak ada lagi toleransi terhadap praktik-praktik korupsi, praktik mark-up," kata Jokowi saat membuka rapat terbataskebijakan pengadaan alutsista, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (26/7).
Tak hanya itu, proses pengadaan alutsista pun harus dimulai dari interaksi antar pemerintah. Presiden mengingatkan, pengadaan alutsista harus digunakan untuk melindungi rakyat dan negara dari berbagai ancaman.
Lebih lanjut, Jokowi mengatakan, agar dalam pengadaan alutsista harus memperhatikan pendekatan daur hidup. Ia pun melarang pembelian alutsista tanpa memperhitungkan biaya daur hidup alutsista tersebut hingga 20 tahun ke depan.
"Saya juga ingin ingatkan bahwa pengadaan alutsista harus memperhatikan pendekatan daur hidup, tidak boleh lagi Indonesia membeli misalnya pesawat tempur tanpa memperhitungkan biaya daur hidup alutsista tersebut 20 tahun ke depan," ujarnya.
Pengadaan alutsista, kata dia, harus sejalan dengan penguatan industri pertahanan nasional. Jokowi berharap, adanya tawaran kerjasama alutsista dari berbagai negara dapat dioptimalkan sehingga Indonesia dapat menciptakan terobosan baru.
Diharapkan, terobosan-terobosan baru itu dapat membantu Indonesia memenuhi kebutuhan peralatan pertahanan dan keamanan serta dapat menjadi investasi pertahanan bangsa. Menurut Presiden, alutsista yang semakin lengkap dan modern merupakan hal penting untuk menjaga kedaulatan Indonesia.
Namun, pengadaan alutsista harus disesuaikan dengan kondisi geografis negara. Selain itu, TNI juga diharapkannya mampu mengantisipasi perubahan teknologi persenjataan di era saat ini.