REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pendidikan, Doni Koesoemaena mengkritisi pembekuan anggaran pramuka senilai Rp 10 miliar oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi. Dia menilai tindakan Kemenpora berlebihan berdampak buruk bagi dunia pendidkan Pramuka. Padahal pembekuan itu didasarkan oleh dugaan pada individu, Ketua Kwarnas Pramuka, Adhyaksa Dault.
Kemenpora menanggap, Adhyaksa Dault terindikasi beraliansi pada Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan. Namun, kata Doni, seharusnya Kemenpora dapat memisahkan antara kasus individu dengan organisai secara keseluruhan.
"Yang harus dibekukan adalah kewenangan Adhyaksa Dault mengelola dana pramuka dan dana yang ia kelola selama ini diaudit dulu,"ujar Doni, saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (26/7).
Selanjutnya kalau ada penyelewengan, diselesaikan secara hukum. Karena, kata Doni, tidak adil bila anggaran dibekukan sehingga kegiatan Pramuka berhenti. Oleh karena itu, Doni menyarankan agar ada ketua Kwarnas Ad Hoc yang mengelola dana-dana pramuka.
Sementara selama Adhyaksa Dault dalam proses penyelidikan, kewenangannya mengurus dana pramuka dibekukan. "Bukan dana pramukanya (yang dibekukan)," tambahnya.
Doni menjelaskan, berdasarkan Undang-undang pula, Gerakan Pramuka mendapat dana dari pemerintah yang dialokasikan lewat APBN. Maka Ledia pun mengingatkan bahwa anggaran yang sudah termaktub dalam APBN tidak bisa seenaknya dibekukan, apalagi kalau didasari alasan persoalan individual.