REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum, Politik, dan Pemerintahan dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan menuturkan DPR perlu mengingatkan pemerintah yang saat ini tengah membabi-buta setelah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) beberapa waktu lalu. Contohnya yaitu penundaan anggaran Pramuka.
"DPR harus mengingatkan betul bahwa harus ada langkah-langkah yang harus dilakukan presiden dengan lebih bijaksana. Agar tidak membuat sesuatu yang gaduh dan meresahkan," kata dia kepada Republika.co.id, Kamis (27/7).
Hanya saja, Asep merasa ragu DPR mau mengingatkan pemerintah khususnya Presiden Joko Widodo agar melakukan sesuatu secara proporsional dan rasional. Sebab, bagi Asep, menghukum Pramuka dengan menunda pencairan dana karena Ketua Kwarnas Adhyaksa Dault dituduh terlibat HTI, itu merupakan keputusan yang tidak proporsional.
"Sekarang apakah DPR mau mengingatkan pemerintah seperti itu, saya agak pesimis DPR mau mengingatkan. Tapi hemat saya, itu sudah membabi buta. Dengan Perppu itu segalanya bisa dilakukan, dengan tidak melalui proses yang lebih mengedepankan check and recheck," kata dia.
Karena itu, menurut Asep, sebetulnya harus ada regulasi lagi yang sebagai turunan dari Perppu Ormas. Regulasinya bisa berupa Perpres atau Permendagri. Ini untuk membatasi atau mengukur jenis perbuatan terlarang dan sanksinya, pascaterbitnya Surat Keputusan (SK) Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang didasarkan pada Perppu Ormas.