REPUBLIKA.CO.ID, Dulu segenggam pala di Pasar Eropa dianggap lebih berharga dari sepeti emas. Kepulauan Banda yang kini terlupakan, pada masa lalu menjadi salah satu kawasan paling diburu.
Sejak dikenalkan oleh para pedagang Cina, pala memang menjadi komoditas rempah yang ditaksir dengan harga sangat tinggi. Hal ini membuat para pedagang Cina tersebut menutupinya dengan kain sutera, sehingga Jalur Sutera lebih dikenal dari Jalur Rempah.
Perseteruan bangsa-bangsa sempat terjadi akibat rempah-rempah. Kepulauan Banda yang saat itu menjadi satu-satunya tempat pohon-pohon pala tumbuh menjadi kawasan yang paling diperebutkan. Belanda bahkan rela melepas Nieuw Amsterdam (Mannhatan, New York) agar bisa mengusir Inggris dari kepulauan di timur Indonesia itu.
Banda the Dark Forgotten Trail, sebuah film dokumenter panjang garapan sutradara Jay Subyakto, mencoba mengupas Kepulauan Banda dan rempah pala yang pernah berjaya hingga mengundang banyak negara ke dalam negeri. Ini merupakan film panjang pertama Jay. Ketertarikan dan perhatiannya terhadap Pulau Banda bersambut dengan tawaran Sheila Timoty dari Lifelike Pictures untuk memproduserinya. Jay mengatakan, film ini penting karena melupakan masa lalu sama dengan mematikan masa depan.
"Sangat penting Banda Neira buat bangsa kita, karena di sini lahir banyak pemikiran, kepedihan, semangat dan banyak ironi yang terjadi sampai saat ini," ujarnya.
Sementara Sheila, selaku produser berharap melalui film ini sejarah Kepulauan Banda bisa diingat untuk menjadi semangat dan harapan Indonesia ke depan. "Semoga film ini bisa dinikmati oleh seluruh pecinta film nasional, dan sejarah Banda dapat kembali diingat," kata Sheila.
Banda the Dark Forgotten Trail akan tayang serentak mulai 3 Agustus 2017. Film ini layak ditonton segala usia dan menyuguhkan panorama Kepulauan Banda dengan sangat indah, tapi tetap menampilkan sisi gelap.