REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) mencatatkan pendapatan operasinal sebesar 1,9 miliar dolar AS sepanjang semester pertama 2017. Raihan pendapatan operasi itu naik tujuh persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Direktur Utama Garuda Indonesia Pahala N Mansury mengatakan, Garuda Indonesia membukukan pertumbuhan positif kinerja operasional, khususnya pada kinerja kuartal kedua tahun ini di tengah tren penurunan kinerja operasional industri penerbangan global. Ini menunjukan peningkatan operating revenue sebesar 7,7 persen dibandingkan kuartal pertama tahun ini.
''Melalui momentum pertumbuhan kinerja yang berhasil dicapai perusahaan tersebut, kami optimistis kinerja operasional dan keuangan perusahaan akan terus tumbuh positif hingga akhir tahun 2017 ini,'' kata Pahala dalam siaran pers yang diterima, Kamis (27/7).
Kinerja operasional yang tumbuh salah satunya ditunjang oleh pendapatan internasional pada kuartal kedua 2017 yang meningkat 16 persen. Jumlah penumpang internasional yang juga meningkat 14,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Selain itu, pendapatan penumpang internasional pada semester pertama 2017 mencapai 653,3 miliar dolar AS, lebih besar dibandingkan pendapatan penumpang domestik sebesar 630,7 miliar dolar AS.
Catatan signifikan juga terlihat pada pendapatan sektor non-scheduled flight services semester pertama tahun 2017 yang tumbuh 131,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Pada semester pertama tahun ini , Garuda Indonesia Group mencatatkan jumlah passenger carried sebanyak 17.2 juta, khusus passenger carried rute internasional tercatat tumbuh sebesar 15 persen.
Sementara itu, kargo yang diangkut (cargo carried) juga meningkat sebesar 10,6 persen menjadi 219,4 ribu ton. Pada semester 1 tahun 2017 Cargo Revenue juga meningkat 12,3 persen menjadi 115,6 juta dolar dan Ancillary Revenue mencapai 36,3 juta dolar atau tumbuh 20,6 persen.
''Sejalan dengan pertumbuhan bisnis Garuda dan operating revenue yang meningkat, perusahaan masih terbebani harga bahan bakar yang meningkat sebesar 36,5 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2016,'' ujar Pahala.
Akibatnya berdampak pada catatan total net loss pada semester 1-l tahun 2017 sebesar 138 juta dolar AS, diluar non-recurring expense sebesar 145,8 juta dolar AS. Adapun net loss secara keseluruhan di semester 1 tahun 2017 sebesar 283,8 juta dolar AS.