REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Brigjen Pol Tri Warno Atmojo mengatakan, 42 jenis narkotika dan obat-obat terlarang masuk dan beredar di Indonesia. Fakta menyedihkan ini ia sampaikan seusai audiensi dengan Bupati Bantul Suharsono terkait pembentukan BNN Kabupaten Bantul di Bantul, Jumat (28/7).
Jumlah jenisnya lebih banyak dibandingkan dengan yang masuk dan beradar di negara-negara maju. Di Rusia dan Amerika Serikat, kata dia, hanya ada enam jenis.
"Itu dikarenakan (jenis) yang lain tidak laku. Sementara, di Indonesia, semua barang laku. (Orang) Indonesia itu 'rakus', makanya semua diterima, sedangkan (orang) negara maju 'milih-milih' narkotika," katanya.
Kepala BNNP DIY mengatakan, dengan kondisi tersebut, maka Indonesia menduduki peringkat nomor satu di Asia Tenggara untuk peredarannya. "Kalau wilayah Yogyakarta, nomor delapan se-Indonesia," katanya.
Ia juga mengatakan, peredaran narkotika di Indonesia sesuai data dari Kepolisian Cina, narkotika yang masuk di Indonesia per tahun mencapai 250 ton, sehingga tidak jarang penangkapan pelaku dengan barang bukti mencapai ratusan kilogram hingga satu ton.
"Faktanya bahwa masuk di Indonesia itu sangat luar biasa, dan 250 ton itu yang berbentuk barang jadi. Itu cuma dari Cina, belum dari yang lainnya. Kalau total kita tidak punya data, karena data itu dari Kepolisian Cina," katanya.
Mengenai pangsa penyalahgunaan narkoba di DIY, ia mengatakan, mayoritas menyasar kalangan pelajar dan mahasiswa. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pencegahan dan sosialisasi bahaya narkoba agar barang haram itu tidak merusak generasi muda.
"Upayanya sekarang ini kita perkuat dengan pencegahan, rehabilitasi dan memberikan ceramah-ceramah ke sekolah-sekolah, bekerja sama dengan semua instansi," katanya.