Sabtu 29 Jul 2017 07:15 WIB

Hasto: Wayang Jadi Falsafah Politik yang Benar Bakal Menang

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto
Foto: istimewa
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-PDI Perjuangan menggelar Wayang Kulit dalam rangka Peringatan Tragedi 27 Juli 1996. Wayang dengan lakon Abimanyu Ranjam, oleh Ki Dalang Warseno Slank, digelar di Lapangan Parkir Kantor DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung. 

Lakon ini menggambarkan perjuangan anak muda yang gagah berani dalam memperjuangkan kebenaran. Hadir dalam pagelaran tersebut Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Ketua DPP PDI Perjuangan Nusyirwan Soedjono.

Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, wayang bukan hanya ritual kehidupan tapi juga mengandung filsafat dasar nenek moyang bangsa Indonesia. Dalam wayang tersirat cerita yang merefleksikan kehidupan umat manusia. Termasuk dinamika politik nasional mutakhir yang heboh ketika pertemuan SBY-Prabowo.

"Tampilan politik dalam dunia kontemporer kini juga tercermin dari wayang," ujar Hasto.

Hasto mengatakan, semua harus mengingat sebuah pesan dalam pidato Bung Karno, bahwa bangsa Indonesia akan kuat kalau berani meletakkan nasib di tangan sendiri. Maka inilah yang dijalankan PDI ketika diintervensi oleh pemerintahan Orde Baru yang otoriter. 

"Maka kita lihat. Puncak intervensi itu terjadi pada 27 Juli 1996. Dalam peristiwa Kudatuli kita lihat PDI mencoba dihabiskan oleh pemerintah dengan mengambil alih kantor secara paksa. Kantor adalah simbol dan tempat pusat pengorganisasian dalam menjalankan semua kegiatan partai. Ini yang coba diambil alih," ujarnya.

Pengambilalihan itu menunjukkan pemerintah coba membungkam suara arus bawah yang diperjuangkan PDI di bawab kepemimpinan Megawati Soekarnoputri kala itu.

Kemudian banyak yang memberikan masukan kepada Megawati. Salah satunya Sekjen PDIP Alex Litay bahwa peristiwa itu adalah momentum politik untuk melakukan revolusi. Namun Megawati percaya perjuangan tak bisa dilakukan dengan kekerasan dan melanggar hukum. 

"Maka Ibu Mega katakan tak akan lakukan revolusi. Tapi akan lakukan gugatan hukum. Kemudian ada yang berkata, bukankah polisi kejaksaan pengadilan dan hakim dikuasai penguasa. Bukankah gugatan hukum itu jalan kesia-siaan?

Kekuatiran itu lantas dilawan Megawati dengan keyakinan. Masak di antara 264 kabupaten/kota di mana kita lakukan gugatan tak ada satu pun yang punya hati nurani? Dan akhirnya keyakinan Ibu Mega ini terbukti ketika di Riau sana ada yang melihat kebenaran demokrasi arus bawah dengan berani dia katakan PDIP di bawah Ibu Mega meski pun kantornya diambil paksa tetap yang sah secara politik dan hukum," beber Hasto.

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتٰىۗ قَالَ اَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۗقَالَ بَلٰى وَلٰكِنْ لِّيَطْمَىِٕنَّ قَلْبِيْ ۗقَالَ فَخُذْ اَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِفَصُرْهُنَّ اِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلٰى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِيْنَكَ سَعْيًا ۗوَاعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌحَكِيْمٌ ࣖ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

(QS. Al-Baqarah ayat 260)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement