Sabtu 29 Jul 2017 19:00 WIB

KPAI: Perlu APBN Khusus Revolusi Mental Ibu Bermasalah

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Nidia Zuraya
Sektretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia Erlinda
Foto: MGROL75
Sektretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia Erlinda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibu menjadi sosok pemikir dalam rumah tangga, walaupun sebenarnya bukan seorang kepala keluarga. Sehingga tingkat depresi seorang ibu akan berbeda-beda tergantung dari masalah kehidupan mereka. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyarankan pemerintah untuk membuat anggaran dalam APBN khusus menangani ibu-ibu bermasalah di Indonesia.

"Berkaca dari kasus ini, kami terus mendorong pemerintah, khususnya Kementerian Sosial melalui P2TP2A, untuk membuat perencanaan anggaran khusus dalam APBN, untuk menangani ibu-ibu di Indonesia yang memiliki masalah," ujar Sekjen KPAI, Erlinda saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (29/7) petang.

Penanganan ibu bermasalah, dikatakan dia, menjadi hal yang paling penting untuk mencegah kasus kekerasan terhadap anak-anak. Kebanyakan ibu bermasalah, adalah mereka yang depresi menjalani kehidupannya, bisa karena ekonomi, tidak harmonis dengan suami, atau faktor-faktor lainnya.

Kasus Baby J yang terjadi di Bali, merupakan salah satu contoh seorang ibu yang mengalami depresi dan melampiaskan pada anaknya. Walaupun, kondisi kejiwaan ibu dari Baby J masih terus diselidiki oleh Dinas Sosial setempat.

Dua hari selang pengamanan Baby J ke Yayasan Metta Mama & Maggha Vivi Monata Adiguna, sang ibu justru mendatangi yayasan dan ingin mengambil kembali anaknya.

"Saya sebetulnya sangat menyayangkan tindakan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Bali, yang membiarkan ibunya untuk mengambil anaknya. Untung kami bertindak cepat, jadi kami tidak mengizinkan sampai ada hasil assesment yang jelas dari psikolog," papar Erlinda.

Jika hasil menunjukkan sang ibu memiliki depresi atau tekanan hidup, maka hak asuhnya akan dicabut. Sementara anak akan diasuh oleh yayasan atau negara. Dan untuk ayah biologis Baby J juga masih dalam penyelidikan.

"Kami berterima kasih kepada warga setempat dan juga pemerintah daerah yang sudah mau peduli dengan kondisi Baby J. Dan juga berharap agar Polda Bali cepat menangani kasus ini. Kami mohon, kepada seluruh warga yang memiliki video tersebut, untuk segera menghapusnya agar tidak memberikan dampak negatif," papar Erlinda.

Sebuah video menunjukkan bayi laki-laki disiksa oleh ibu kandungnya menjadi viral di media sosial. Bayi berinisial JD atau lebih dikenal Baby J ini tampak diinjak dan disiram dengan sabun pencuci piring. Sang ibu juga sempat meletakkan bayinya di lantai kamar mandi sembari merekam aksinya.

Baby J saat ini mengalami trauma, pada sebulan pertama, setiap mendengar benda jatuh, Baby J bangun, ketakutan, dan ingin selalu dipeluk terus. Kondisi Baby J sekarang sudah semakin baik, meski masih belum bisa bersosialisasi dengan bayi-bayi lain di yayasan.

Baby J adalah anak kandung dari perempuan asal Sumbawa, Nusa Tenggara Timur (NTT), berinisial MD dan pria berkebangsaan Austria. Ayah kandung Baby J, kata Vivi sempat mengirimkan bantuan finansial untuk anaknya sebesar 425 dolar Australia atau sekitar Rp 4,5 juta. Pengiriman itu dilakukan sekitar April 2017.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement