REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Program Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirajuddin Abbas, mengatakan pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, pada Kamis (27/7) lalu merupakan bentuk silaturahim dalam komunikasi politik. Pertemuan keduanya dinilai belum akan memberikan dampak signifikan terhadap peluang koalisi dalam Pilkada 2018 atau Pemilu 2019.
"Yang paling penting untuk dicatat adalah kedua parpol mengisyaratkan sedang memulai fase komunikasi politik yang baru. Begitu pula dengan hubungan personal antara SBY dengan Prabowo," ujar Sirajuddin kepada wartawan di Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (30/7).
Pertemuan tersebut, kata dia, berpeluang memberi efek positif terhadap hubungan antarparpol. Namun, hal ini belum sepenuhnya menjamin akan ada kerja sama dalam Pilkada atau Pilpres ke depannya. "Saya kira belum sampai sejauh itu, belum masuk kepada wilayah yang sedetail itu," tutur Sirajuddin.
Dia menjelaskan bahwa ada keniscayaan bagi Demokrat dalam mengusung Prabowo menjadi calon presiden (capres) dalam Pemilu 2019. Sebaliknya, kemungkinan untuk tidak mengusung Prabowo juga kuat.
Sebab, jika dilihat dari rekam jejak sebelumnya, SBY merupakan salah satu orang yang mengusulkan pemecatan Prabowo dari TNI. Artinya, yang bersangkutan memiliki persoalan etik.
"Meskipun dalam politik apa saja mungkin terjadi, tetapi saya melihat tidak akan mudah bagi SBY untuk mengambil keputusan mendukung Prabowo dalam Pemilu mendatang," ujarnya.