Ahad 30 Jul 2017 19:58 WIB

Indem: Ombudsman Mestinya Usut PT IBU

Direktur Eksekutif INDEM, Hasan Sufyan.
Foto: Dok Indem
Direktur Eksekutif INDEM, Hasan Sufyan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Development Monitoring (Indem) menilai semestinya Ombusdman mengusut PT Indo Beras Unggul (IBU). Hal ini terkait dengan pemenuhan standar SNI, ISO, pengambilan keuntungan yang tidak wajar dan melakukan tindakan kartel.

Direktur Eksekutif INDEM, Hasan Sufyan, mengatakan Ombusman perlu mengusut juga terkait produk berasnya yang dijual ke pasar, apakah isi beras yang ada di dalam kemasan sama dengan yang tertera pada label. "Caranya kan sederhana ambil sampel berasnya dan diuji ke laboratorium yang terakreditasi, justru ini yang kemungkinan menjadi sumber masalahnya," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Ahad (30/7).

Hasan mengatakan, sorotan yang disampaikan Ombudsman RI terkait penggerebekan gudang beras PT IBU di Bekasi yang dilakukan Tim Satgas Pangan terdapat pelanggaran prosedur cukup gegabah atau mendahului proses hukum yang saat ini sedang berjalan. Pasalnya, kasus ini sedang ditangani serius oleh pihak Kepolisian. Apalagi, penggerebekan ini berdasarkan hasil penyelidikan selama satu bulan sebelumnya.

“Jadi prinsipnya, kita harus bijak dan cermat menanggapi sesuatu permasalahan. Apalagi proses hukum sedang berjalan. Kita tunggu dulu hasilnya baru kita bicara, biar tidak menimbulkan kegaduhan kepada publik," kata dia.

Ombudsman, kata Hasan, wewenangnya lebih kepada memberi saran, bukan langsung menyimpulkan ada dugaan pelanggaran. "Kalau pun ada temuan, bukan dibicarakan ke publik, tapi disampaikan ke pihak terkait untuk melakukan penindakan,” ujarnya.

Menurut dia, penggerebekan yang dilakukan bukan berdasarkan pada terjadinya kenaikan harga beras pada kasus, tetapi penggerebekan itu terjadi untuk memutus adanya praktik liberalisasi pangan yang terjadi selama ini. Pelaku usaha menengah ke bawah, tidak dapat menyerap gabah petani karena pasar sudah dimonopoli Group PT Tiga Pilar, salah satunya PT IBU

“Akibatnya, sekelompok perusahaan swasta yang mengendalikan harga pangan di pasaran. Pangan hanya dikuasai oleh segelintir pengusaha. Di sini terjadi praktik kartel pangan sehingga terjadi monopoli pasar dan persaingan usaha yang tidak sehat terjadi. Ini jelas melanggar hukum dan wajar ditindak atau digerebek,” jelasnya.

Selain itu, kata Hasan, penggeberebekan dilakukan karena PT IBU telah terbukti mengambil keuntungan yang tidak wajar, yaitu disparitas harga yang sangat lebar antara harga beli dengan harga jualnya. Gabah petani dibeli dengan harga Rp 4.900 per kilogram, kemudian dijual di supermarket mencapai Rp 26 ribu per kilogram.

"Terbukti, harga beras produk PT Pilar itu di Carrefour Blok M Square, label Ayam Jago Sr Lg Rp 23.180 per kilogram, dan Ayam Jago Gold S Rp 26.630 per kilogram. Kemudian, Ayam Jago di Malang Town Square, Jawa Timur, pun harganya selangit, yaitu Rp26.305 per kilogram," ujarnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement