REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika terjadi proses Islamisasi Kepulauan Melayu yang berlangsung dalam ge lombang besar pada paruh kedua abad ke-13, pengadopsian dan penggunaan kosa kata bahasa Arab di nusantara pun menemukan momentumnya. Hal itu di buktikan dengan banyaknya historiografi Islam yang ditemukan di kawasan ini.
"Hampir seluruh tulisan sejarah mengatakan bahwa tegaknya institusi politik Islam bermula dari konversi penguasa lokal menjadi penguasa Muslim (Sultan) yang diikuti oleh para elite istana dan selanjutnya disusul oleh seluruh rakyatnya," tutur akademikus dari Uni ver sitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau itu lagi.
Dia menambahkan, kedatangan Islam setelah runtuhnya kerajaan Hindu di Jawa telah mengubah semangat dan jiwa penduduk di pulau ini dengan sema ngat agama yang sarat akan nilai-nilai intelektual dan rasionalisme. Hal itu di tandai dengan beralihnya pandangan orang-orang Melayu dari dunia mitos kepada budaya ilmiah yang berdasarkan pada pandangan Islam.
Staf pengajar Pesantren Sumatera Tha walib Parabek, Bukittinggi, Fadhli Lukman, dalam satu tulisannya berjudul "Mari Ajarkan (kembali) Aksara Arab- Melayu" berpendapat, abjad Jawi adalah bagian dari identitas ma syarakat nusantara yang mesti dipertahan kan kelestariannya.
Di masa lalu, sekolah-sekolah di Sumatra pernah mengajarkan Baca Tulis Arab Melayu sebagai mata pelajaran muatan lokal bagi para siswanya. Namun sayang, tradisi pengajaran tersebut kini seakan-akan telah sirna ditelan zaman. Saat ini, kata Fadhli, tulisan Latin te lah menguasai dunia literasi Indonesia. Ukuran seseorang bisa disebut tunaaksara ataupun "melek huruf" diukur de ngan aksara Latin, bukan dengan aksara lain nya. Anak-anak sekolahan pun seka rang tidak lagi diajarkan materi Arab Melayu oleh gurunya.
"Sebagai dampaknya, anak-anak atau remaja kita kehilangan salah satu instrumen penting yang sebenarnya bisa mendekatkan mereka dengan huruf hijaiyah," ujar kandidat doktor di Univer sitas Albert Ludwigs di Freiburg, Jerman, itu.