Senin 31 Jul 2017 13:28 WIB

Asbindo Minta PPN 10 Persen Sektor Florikultura Dikaji Ulang

Warga membeli bunga mawar di Pasar Bunga Rawa Belong, Palmerah, Jakarta Barat.
Foto: Yasin Habibi/Republika
Warga membeli bunga mawar di Pasar Bunga Rawa Belong, Palmerah, Jakarta Barat.

REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- Asosiasi Bunga Indonesia (Asbindo) meminta perhatian dan dukungan pemerintah agar industri florikultura di Indonesia dapat berkembang. Ini mengingat potensi industri florikultura sangat besar, apalagi ragam varietasnya di Indonesia menempati peringkat dua dunia setelah Brasil (Amazon).

"Kami berharap pemerintah dapat meninjau kebijakan pengenaan PPN 10 persen yang dikenakan terhadap sektor Flrorikultura sejak tahun 2015, untuk membantu industri yang saat ini tengah mati suri," kata Ketua Umum Asbindo, Glenn Pardede, di Bogor, Jawa Barat.

Glenn mengatakan, kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebelumnya tidak dikenakan kepada sektor florikultura. Namun bersamaan dengan kebijakan di sektor kelapa sawit, sektor florikultura juga ikut dikenakan PPN.

Glenn mengatakan pasar florikultura di Indonesia masih sangat kecil karena masyarakat belum menjadikan bunga sebagai kebutuhan. Padahal kalau dikembangkan potensinya sangat besar terutama untuk pasar ekspor. Sebagai perbandingan, Malaysia saat ini memiliki pangsa pasar satu persen (100 juta euro) dari pasar bunga dunia sebesar 120 miliar euro.

Sementara, nilai ekspor Florikultura Indonesia saat ini baru mencapai 15 juta euro atau belum mencapai 1 persen. "Untuk itu kami berharap pemerintah dapat memberikan kebijakan terkait pengenaan PPN, minimal jangan dikenakan sebesar 10 persen untuk menggairahkan sektor ini," kata Glenn.

Glenn mengatakan, sejak kebijakan PPN itu diberlakukan, banyak anggota Asbisindo yang saat ini berjumlah 80 terancam tutup. Bahkan beberapa di antaranya sudah tutup karena penjualan rata-rata turun 10-20 persen. "Pasar florikultura di Indonesia masih sangat kecil, kalaupun ingin mendapatkan pajak dari sektor ini tidak terlalu besar, kalaupun dikenakan sebaiknya bertahap agar sektor ini dapat berkembang setidaknya setara dengan Malaysia," ujar dia.

Kebangkitan Florikultura Indonesia diharapkan bisa terjadi sejak pencanangan oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution pada 24 Juli 2017. Ini sekaligus menunjukkan keseriusan, komitmen dan dukungan serta perhatian Pemerintah terhadap industri florikultura sebagai sektor usaha yang berpotensi untuk meningkatkan devisa dan memberikan kontribusi di sektor riil.

Kebangkitan florikultura Indonesia didukung oleh berbagai rangkaian acara antara lain seminar, bursa, pameran, lomba dan pawai mobil hias yang diadakan 28-30 Juli 2017 di Bogor.

Konsumsi bunga terbesar sampai saat ini masih dikuasai DKI Jakarta, diikuti Surabaya, Bandung, Bali, Manado, serta beberapa daerah lainnya. "Konsumsi bunga saat ini masih belum banyak karena harga bunga sendiri masih mahal seperti rangkaian bunga krisan di Belanda setara Rp 100 ribu, sedangkan di Indonesia mencapai Rp 400 ribu," ujar Glenn.

Glenn mengatakan, untuk mengembangkan florikultura selain regulasi dibidang perpajakan juga perlunya memberikan kelonggaran masuknya investasi asing di sektor ini. Ini mengingat biaya untuk penelitian dan pengembangan sektor florikultura membutuhkan dana yang besar.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement