REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro menegaskan, Indonesia tidak khawatir mengalami kejadian seperti di Sri Lanka. Sebelumnya, Srilanka memberikan pelabuhannya ke Cina karena tidak bisa membayar pinjamannya ke negara tirai bambu tersebut.
"Keterlibatan Cina di Indonesia lebih pada investasi infrastruktur. Jadi bukan pinjaman," ujar Bambang kepada Republika.co.id, Senin, (31/7).
Ia mengatakan, pinjaman pemerintah dari Cina relatif kecil. Meski begitu, Bambang tidak memungkiri, kalau ada peningkatan pinjaman dari Cina. "Kalau yang dari pemerintah (pinjamannya) terlihat ada peningkatan. Hal itu karena sebelumnya kecil sekali," jelasnya.
Dirinya menambahkan, pinjaman dari Cina yang meningkat berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta. Jadi sebagian besar bukan dari pemerintah. "Untuk total pinjaman ke Cina persisnya, tanya Kemenkeu (Kementerian Keuangan)," tutur Bambang.
Jumlah utang Indonesia ke Cina terus meningkat sejak 2015 atau setelah Presiden Joko Widodo memimpin. Berdasarkan data yang dirilis di situs Bank Indonesia tercatat pada Juli, jumlah utang ke Negeri Tirai Bambu pada Mei 2017 sebesar 15,491 miliar dolar AS atau sekitar Rp 206 triliun.
Sebagai perbandingan pada 2014, posisi utang Indonesia ke Cina hanya 7,869 miliar dolar. Bahkan pada 2010 utang Indonesia ke Cina hanya 2,488 miliar dolar AS. Adapun dari 2014 sampai Mei 2017 jumlah utang Indonesia meningkat sekitar 7,622 miliar dolar AS atau naik hampir dua kali lipatnya.
Baca juga, Tak Bisa Bayar Utang, Sri Lanka Lepas Pelabuhan ke Cina.
Cina kini menjadi negara peminjam terbesar ketiga setelah Singapura sebesar 52,447 miliar dolar AS dan Jepang 30,656 miliar dolar AS. Porsi Negara Tirai Bambu itu telah menyalip AS sejak 2015.
Peningkatan jumlah utang ke Cina sejalan dengan naiknya utang Indonesia. Secara total utang luar negeri Indonesi pada Mei 2017 tercatat 333,6 miliar dolar AS tumbuh sebesar 5,5 persen (year on year).
Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan perwakilan PGI, Senin (31/7) meminta masyarakat tak khawatir dengan kondisi utang dalam negeri. Peningkatan jumlah utang tak terlepas dari keputusan pemerintah untuk membangun infrastruktur.
"Oleh karena keterbatasan APBN terserap banyak untuk membayar bunga utang, maka mau tidak mau pemerintah harus menempuh investasi, mengundang investasi. Dan itu berarti menambah ini semua," jelas Sekretaris Utama PGI, pendeta Gomar Gultomdi Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (31/7).