REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Isu strategis perberasan Nasional masih terus bergulir dan menjadi perbincangan berbagai pihak.
Pakar Ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) M. Firdaus menyatakan, intervensi Pemerintah dalam industri perberasan Nasional tidak hanya cukup dalam bentuk subsidi input (pupuk, benih) dan bantuan sarana prasarana saja. Namun, pemerintah juga perlu membuat kebijakan harga untuk Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Menurut dia, intervensi tersebut juga sangat lazim dilakukan di berbagai negara produsen beras lain. Kedua kebijakan harga tersebut, terang Firdaus, terutama dimaksudkan sebagai acuan bagi Bulog sebagai badan penyangga pangan nasional untuk melakukan pembelian kepada petani atau operasi di pasar konsumen.
"Meskipun berbagai kendala yang membatasi kewenangan Bulog menyebabkan berbagai persoalan di lapangan," ungkap Firdaus saat ditemui di Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor, Senin (31/7).
Dia memaparkan, penyebab dianggap tidak efektifnya HPP yang ditetapkan pemerintah adalah harga penjualan gabah oleh petani selalu jauh di atas HPP. Sepanjang tiga tahun terakhir, terang dia, HPP selalu jauh di atas Rp 4.000. Sehingga mengisyaratkan, HPP yang berlaku saat ini bisa jadi lebih rendah dari kondisi yang seharusnya.
Terlebih, lanjut dia, bila mengacu pada hasil beberapa riset yang memasukkan komponen seperti sewa lahan dan semua tenaga kerja harus diperhitungkan.
Firdaus mencontohkan, harga pupuk urea yang dibayar petani selalu diperhitungkan sama dengan harga subsidi pemerintah pada kondisi efektif. Padahal menurut dia, kenyataan di lapangan tidak seperti itu.
"Beberapa hasil riset menunjukkan hanya sekitar 10 persen petani yang membawa gabah ke penggilingan (Gapoktan) kemudian menjual dalam bentuk beras, sisanya menjual gabah kepada pengepul. Artinya, HPP memang penting untuk menjamin kesejahteraan petani, tentu dengan asumsi marketable surplus masih besar," papar Firdaus.
Dia menegaskan, Pemerintah terutama Kementerian Pertanian tidak perlu menghabiskan energi terus-menerus untuk isu tataniaga beras premium, karena masih banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan. Seperti upaya serius untuk meningkatkan produktivitas petani padi, mekanisme subsidi baik input seperti pupuk dan juga harga, serta bantuan sarana-peasarana kepada petani perlu dievaluasi.