Selasa 01 Aug 2017 09:26 WIB

AS Jatuhkan Sanksi kepada Presiden Venezuela Nicolas Maduro

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Andri Saubani
Presiden Venezuela Nicolas Maduro
Foto: Reuters
Presiden Venezuela Nicolas Maduro

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Pemerintah AS telah melabeli Presiden Venezuela Nicolas Maduro sebagai seorang diktator dan akan membekukan aset AS, setelah Maduro mengadakan pemungutan suara kontroversial. AS juga akan menjatuhkan sanksi yang melarang perusahaan dan individu AS untuk melakukan bisnis dengan Maduro.

Sanksi tersebut diumumkan dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin. "Pemilihan ilegal yang tidak sah mengkonfirmasi bahwa Maduro adalah seorang diktator yang mengabaikan kehendak rakyat Venezuela," kata Mnuchin.

"Dengan memberi sanksi kepada Maduro, Amerika Serikat memperjelas pertentangan kita terhadap kebijakan rezimnya dan dukungan kita untuk rakyat Venezuela yang berusaha mengembalikan negara mereka ke demokrasi yang penuh dan makmur," tambah dia.

Mnuchin menambahkan, Maduro merupakan pemimpin asing keempat yang masuk daftar hitam AS dengan cara ini. Para pemimpin yang bergabung dengan "klub eksklusif" dengannya adalah Bashar al-Assad dari Suriah, Kim Jong-un dari Korea Utara, dan Robert Mugabe dari Zimbabwe.

Pemungutan suara untuk majelis konstituen yang diadakan pada Ahad (30/7), diwarnai dengan demonstrasi massa dan bentrokan. Sedikitnya 10 orang dilaporkan terbunuh dalam demonstrasi tersebut.

Maduro mengatakan pemungutan suara ini merupakan pemungutan suara untuk melakukan revolusi dan sanksi yang diberikan AS tidak akan membuatnya takut. "Donald Trump mengambil keputusan untuk melawan saya yang menunjukkan keputusasaan dan kebenciannya," kata Presiden Maduro dalam sebuah pidato di televisi lokal pada Senin (1/8).

"Saya tidak mematuhi perintah dari pemerintah asing dan tidak akan pernah. Berilah saya sanksi seperti yang Anda inginkan, namun rakyat Venezuela telah memutuskan untuk bebas dan saya adalah presiden independen sebuah negara merdeka," tambah dia, dikutip BBC.

Majelis konstituen baru Venezuela akan memiliki kekuatan untuk menulis ulang konstitusi dan membubarkan Majelis Nasional yang dikuasai oposisi. Koalisi oposisi, yang memboikot pemungutan suara tersebut, mengatakan 88 persen pemilih telah melakukan abstain.

Mereka menolak untuk mengakui hasil pemungutan suara yang diikuti hanya oleh 41,5 persen jumlah pemilih. Terlebih ribuan orang memilih untuk melakukan demonstrasi dan telah memblokir sejumlah jalan di ibu kota Caracas.

Jaksa Agung Venezuela, Luisa Ortega, seorang kritikus vokal dari pemerintahan Maduro, menyebut pemungutan suara tersebut sebagai ambisi dari seorang diktator. AS sebelumnya telah memperingatkan mereka tidak akan mengakui pemungutan suara tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement