REPUBLIKA.CO.ID, Barangkali wajar bila seorang Rachmi cemburu terhadap ribuan buku koleksi suaminya, Mohammad Hatta. Kecintaan Athar, nama kecil Hatta, terhadap buku terpupuk sejak dirinya menginjak usia 16 tahun.
Saat itu Hatta muda mulai belajar di Prins Hendrikschool di Batavia demi mendalami ilmu dagang. Menurut pengakuan putri Bung Hatta, Meutia Farida Hatta, dalam buku berjudul Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya, koleksi sang ayah saat ini lebih dari 8.000 ribu buku. Sebagian diantaranya bahkan diyakini sebagai hadiah dari handai tolan sebagai tanda kasih kepada sosok Bung Hatta. "Apa hadiah yang tepat bagi Bung Hatta kecuali buku?" ujar Meutia.
Kecintaan Bung Hatta terhadap buku juga ditunjukkannya dalam bentuk yang unik namun mendalam maknanya. Hatta pernah bersumpah tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka. Namun, setelah mengenal Rachmi, dia meminangnya dengan mas kawin sebuah buku karangannya sendiri yang tersohor, Alam Pikiran Yunani. Ribuan eksemplar buku milik Bung Hatta kini disimpan rapi di kediaman Meutia Hatta dan di rumah peninggalan Si Bung di Jalan Diponegoro 57, Jakarta Pusat.
Perlu diingat, di luar koleksi pribadi beliau, terdapat ribuan judul buku lain yang mengulas pemikiran, ide, dan gagasan, bahkan kepribadian seorang Hatta. Pemikiran Bung Hatta tentang ekonomi kerakyatan misalnya, dianggap melampauai zaman. Idenya tentang koperasi sebagai soko guru ekonomi juga dianggap sangat relevan hingga saat ini. Berbagai ulasan tetang Bung Hatta kemudian mendorong pemerintah membentuk satu perpustakaan yang khusus menampung seluruh koleksi pustaka yang berkaitan dengan Bung Hatta.
Akhirnya, pemerintah pusat melalui Perpustakaan Nasional Indonesia membentuk satu unit perpustakaan di Bukittinggi, tempat kelahiran Bung Hatta yang diberi nama Perpustakaan Proklamator Bung Hatta. Selain di Bukittinggi, terdapat perpustakaan lain yang menyandang nama proklamator, yaitu di Blitar, Jawa Timur, yang khusus mengoleksi buku-buku peninggalan atau dokumen yang membahas sosok Bung Karno.
Keberadaan Perpustakaan Proklamator Bung Hatta memang menambah simbolisasi Kota Bukittinggi sebagai tempat kelahiran Si Bung. Namun pengelolaan perpustakaan ini tak lepas dari tantangan. Selain tentunya tugas berat untuk menumbuhkan minat baca, Perpustkaan Proklamator Bung Hatta mempunya pekerjaan rumah untuk menambah koleksi bukunya yang berkaitan langsung dengan sosok yang tersandang dalam namanya, Bung Hatta. Bagaimana tidak, dari 104 ribu buku yang dikoleksi di Perpustakaan Proklamator Bung Hatta, baru 2.600 buku koleksi yang mengulas pemikiran-pemikiran atau berkaitan dengan sosok Bung Hatta.
Kepala UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta, Purwanto mengatakan, pihaknya sedang berupaya keras mengumpulkan sebanyak mungkin koleksi buku yang mengkaji atau membahas ide-ide besar Bung Hatta. Dia menyebut, tugas pokok Perpustakaan Bung Hatta di Bukittinggi adalah mengumpulkan, mengolah, dan mengkoordinir buku yang berkaitan dengan Bung Hatta. Tugas yang tak mudah ini mengharuskan tim pustakawan untuk berburu buku-buku tentang Bung Hatta yang bisa jadi tersebar di seluruh Indonesia. Perpustakaan Bung Hatta kini bukan fokus mencari sisa-sisa buku milik Bung Hatta, namun buku yang mengulas Bung Hatta di berbagai daerah.
Belum lama ini misalnya, tim pustakawan berburu koleksi buku Bung Hatta di Banda Neira, Maluku, tempat Bung Hatta sempat diasingkan selama enam tahun bersama sahabatnya, Sutan Sjahrir. Hasilnya, tim menemukan beberapa koleksi buku lama disimpan oleh keponakan asuh Bung Hatta selama di Pulau Banda.
"Kegiatan berburu buku terus dilakukan. Baru kalau susah, paling tidak kami lakukan reproduksi dalam bentuk digital," kata Purwanto.
Kegiatan berburu 'cinta' Bung Hatta yang terserak ini pun tidak bisa berjalan dengan mudah. Butuh anggaran besar untuk menyisir berbagai lokasi di Indonesia yang sempat dikunjungi Bung Hatta semasa hidupnya. Perburuan juga dilakukan di kota-kota besar di Indonesia yang memiliki banyak kolektor buku-buku kuno. Perpustakaan Bung Hatta juga masih harus membeli setiap buku yang ditemukan dalam perburuan jika memang diakui memiliki relevansi dengan sosok Bung Hatta.
"Kegiatan hunting dilakukan setiap tahun. Namun masih terbatas. Kepala Perpustakaan kami sebelumnya pernah ke Boven Digoel (Papua), namun buku Bung Hatta tek bersisa," ujar Purwanto.
Terkadang, pustakawan dihadapkan dengan buku-buku tua yang untuk membuka lembarannya saja butuh kehati-hatian ekstra. Purwanto mengatakan, pihaknya butuh modal lebih agar segala bentuk buku yang ditemukan bisa dirawat oleh pustakawan di Bukittinggi.
Ide selanjutnya yang muncul, kata Purwanto, adalah menggandeng kampus-kampus di Belanda dan museum di Belanda yang masih menyimpan buku-buku koleksi Bung Hatta untuk bisa dilakukan pengembalian buku ke Indonesia. Hanya saja dia meyakini langkah ini akan sulit dilakukan mengingat tingginya anggaran yang harus digelontorkan pemerintah Indonesia. Belum lagi, teknologi perawatan buku-buku tua yang harus diaplikasikan di Perpustakaan Bung Hatta.
"Kan butuh dana dan teknologi. Makanya kami belum pernah mengarah ke Belanda untuk melihat berapa banyak buku ke sana. Namun kami ada niatan karena memang kalau kami mencari di sini sudah mentok," kata Purwanto.
Dia menyebut, cukup sulit mencari kembali sisa-sisa buku koleksi Bung Hatta yang tertinggal di tempat-tempat pengasingannya. Berdasarkan penelusuran, nyaris seluruh buku-buku koleksi Bung Hatta sudah diboyong dengan belasan peti kembali ke Jakarta dan kini dirawat oleh anak-anak Bung Hatta, termasuk Meutia Hatta.
Purwanto menilai, satu-satunya hal yang kini bisa diupayakan adalah mengumpulkan sebanyak mungkin buku-buku tua yang berkaitan dengan pemikiran Bung Hatta yang terbit di periode yang berdekatan dengan puncak kejayaan Bung Hatta. "Bu Meutia (Hatta) pernah mau menyumbang jas milik Si Bung. Buku-buku di Salemba (Jakarta) juga kami upayakan untuk dibawa ke sini," ujar Purwanto.
Purwanto mengatakan, yang terpenting dilakukan pihaknya dalam waktu dekat adalah bagaimana mengajak generasi muda kembali membaca dan menelaah pemikiran-pemikiran Bung Hatta. Dia berjanji akan memperbanyak kajian tentang pemikiran Bung Hatta dan pemutaran film dokumenter tentang Bung Hatta di perpustkaan yang dikelola.
Berdasarkan penelusuran Republika.co.id, sebagian besar pengunjung Perpustakaan Bung Hatta merupakan mahasiswa dan pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) yang menempuh pendidikan di Bukittinggi. Nana Febriana (21) misalnya, dia merupakan mahasiswa tingkat akhir sebuah kampus swasta di Bukittinggi. Bersama dengan kawannya, Asri Amelia (21), dia rutin mengunjungi Perpustkaan Bung Hatta setiap akhir pekan. Meski tujuan utama mereka adalah meminjam buku-buku yang berkaitan dengan ilmu komputer, namun tak jarang mereka berdua berhenti sejenak di rak buku yang menyajikan buku-buku tentang Bung Hatta. "Namun kalau mau pinjam seperti lebih ribet dibanding pinjam buku umum," ujar Asri.
Asri dan Nana berharap pihak perpustakaan lebih fleksibel dalam memberikan akses kepada masyarakat umum yang ingin meminjam dan membaca buku-buku tentang Bung Hatta.