REPUBLIKA.CO.ID, NGANJUK -- Aparat Kepolisian Resor Nganjuk, Jawa Timur membongkar praktik aborsi ilegal di Kecamatan Tanjung Anom yang melibatkan seorang dokter.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Nganjuk AKP Gatot Setyo Budi mengemukakan pengungkapan kasus itu berawal dari laporan masyarakat yang curiga ada praktik aborsi di rumah dr WB (77), warga Kelurahan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk.
"Sebelumnya informasi saja dan kami lakukan pengamatan. Kepergok ada pasien, seorang wanita masuk ke dalam rumah itu," katanya di Nganjuk, Rabu.
Ia mengatakan polisi juga langsung masuk ke dalam rumah dokter WB tersebut dan mendapati ada seorang perempuan dan dua orang laki-laki.
Perempuan itu berinisial DSB (28), warga Dusun Tawang, Desa Samirono, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Ia diduga telah menggugurkan kandungannya dengan cara aborsi dan ditangani dokter tersebut.
Polisi akhirnya mengamankan DSB dan suaminya yang juga di lokasi dokter itu, yaitu IRM (44). Ia adalah seorang karyawan swasta. Selain itu, polisi juga mengankan SMY (39), warga Desa/Kecamatan Ngrambe, Kabupaten Ngawi, yang merupakan perantara.
Polisi sempat meminta keterangan awal terkait dengan keberadaan mereka di rumah dokter itu, dan ternyata diakui DSB baru menggugurkan kandungannya.
Petugas juga sempat melakukan pemeriksaan di seluruh lokasi rumah untuk menemukan barang bukti hasil aborsi. Setelah melakukan pencarian, petugas menemukan janin berada di dalam dashboard mobil yang dibungkus tas plastik berwarna hitam.
Selain mengamankan janin tersebut, polisi juga menyita sejumlah perlengkapan untuk aborsi, misalnya gunting penjepit, obat, injeksi, mangkok tempat obat, botol infus, sabun, alkohol, uang tunai Rp2,5 juta, serta sejumlah barang lainnya.
Seluruhnya dibawa petugas sebagai barang bukti. Gatot menambahkan, dari hasil pemeriksaan, dokter WB diketahui merupakan seorang pensiunan. Namun, ia masih punya izin praktik sebagai dokter umum bukan dokter kandungan.
Dokter tersebut juga mengaku sudah sekitar tiga tahun melakukan praktik aborsi dengan pasien beragam usia.
Dalam satu bulan, setidaknya 3-4 pasangan meminta jasanya untuk aborsi. Selama praktik, selain pasangan suami istri, juga terdapat pasangan muda. Janin yang diaborsi biasanya dikembalikan ke pasien, namun ada pula yang dibuang ke tempat sampah.
"Menurut pengakuan tersangka, dia sudah tiga tahun. Dia juga masih punya izin praktik, masih aktif, tapi dokter umum bukan dokter spesialis kandungan," katanya.