REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) meminta permohonan atas uji materi Undang-undang (UU) Pemilu agar menanti penomoran aturan tersebut secara resmi. Hal ini disampaikan para hakim konstitusi dalam sidang perdana uji materi ambang batas pencalonan presiden pada pasal 222 UU Pemilu, Kamis (3/8).
Dalam persidangan, Hakim Konstitusi, Saldi Isra, mengatakan pihaknya memahami bahwa proses tahapan pemilu sudah dekat. Namun, pihaknya tetap meminta pihak pengadu, yakni Habiburrokhman selaku ketua dewan pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) untuk bersabar menanti proses pengundangan UU Pemilu.
"Kalau baca ini rasanya pemilu sudah dekat. Jadi harus butuh kesabaran juga. Sabar saja ditunggu undang-undangnya, kan jauh lebih enak. Karena tahapan masih jauh. Tapi tidak apa-apa sebab memang hak pemohon," ujarnya.
Saldi melanjutkan, pemohon juga diharapkan dapat menegaskan legal standing serta kerugian yang disebabkan oleh UU Pemilu. "Mengkonkretkan legal standing itu menjadi penting, karena konstitusi kita tidak menyebut setiap orang dapat menjadi calon presiden. Konstitusi kita secara eksplisit menyebut parpol atau gabungan parpol," tegas dia.
Ditemui usai persidangan, Habiburrokhman mengatakan siap melengkapi permohonan uji materi sebagaimana yang disarankan majelis hakim. Pihaknya tetap optimistis permohonan uji materi akan disidangkan hingga akhir.
"Kami sangat optimistis akan disidangkan, sebab untuk persidangan berikutnya tanggal 16 Agustus. Kami perhitungkan bahwa sebelum tanggal tersebut sudah ada nomor UU Pemilu," ungkapnya.