REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Keraguan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap perang di Afghanistan membuat negara tersebut harus menunda penerapan siasat baru di kawasan Asia Selatan. Sumber dari Gedung Putih mengatakan, keraguan itu bahkan membuat Trump mempertimbangkan memecat komandan militer Amerika Serikat di kawasan tersebut.
Saat menggelar rapat di ruang darurat Gedung Putih, Trump meminta semua anggota kabinet keamanan memberikan keterangan lebih mengenai keadaan terkini di tempat Amerika Serikat menghabiskan 16 tahun perang melawan Taliban tanpa tanda kemenangan. Rapat tersebut memanas saat Trump meminta Menteri Pertahanan James Mattis dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Joseph Dunford memecat Jenderal John Nicholsin, panglima pasukan Amerika Serikat di Afghanistan karena tidak berhasil menang perang.
"Kita belum juga mencapai kemenangan," kata Trump kepada dua orang tersebut, sebagaimana dikutip dari sejumlah sumber, yang tidak ingin jati dirinya terungkap.
Saat rapat itu selesai, pejabat setara menteri koordinator politik, Steve Bannon, terlibat adu mulut dengan pejabat setara menteri koordinator keamanan H.R. McMaster terkait arah kebijakan Amerika Serikat. Beberapa pejabat meninggalkan rapat itu dalam kondisi terkejut oleh keluhan presiden bahwa militer telah membiarkan Amerika Serikat kalah dalam peperangan.
"Mattis, McMaster, dan beberapa pejabat tinggi lainnya kini berusaha menjawab keraguan Trump dalam cara yang bisa membuat sang presiden pemarah untuk menyetujui strategi baru di Asia Selatan," kata sumber-sumber tersebut.
Gedung Putih sendiri tidak berkomentar terhadap laporan mengenai pertemuan tersebut. Rapat lain bersama para pejabat tinggi dijadwalkan akan digelar pada Kamis (3/8).
Trump pada awal tahun memberi Mattis kewenangan untuk mengirim pasukan militer Amerika Serikat sesuai dengan kebutuhan. Namun, rencana menteri pertahanan tersebut untuk menambah 4.000 tentara menjadi 8.400 untuk bertugas di Afghanistan, kini harus tertahan karena keluhan Trump. "Semuanya bergantung pada persetujuan terkait strategi baru," kata seorang pejabat pemerintahan mengenai pengiriman pasukan tambahan.
Trump sudah sejak lama skeptis terhadap keterlibatan Amerika Serikat dalam peperangan di negara asing dan menyatakan tidak tertarik untuk mengirim pasukan militer tanpa rencana spesifik mengenai apa peran mereka dan untuk berapa lama. Sejumlah pejabat mengatakan, Trump meminta agar Afghanistan juga turut menanggung biaya satu triliun dolar AS, dalam bentuk kekayaan tambang, sebagai bayaran atas bantuan keamanan bagi pemerintah Afghanistan.
Namun demikian, tanpa jaminan keamanan di seluruh bagian negara, tidak mungkin bagi Afghanistan untuk mengekspor kekayaan tambang tersebut ke pasar internasional, kecuali ke Iran. Trump juga mengeluh karena menganggap Cina mengambil lebih banyak dari pertambangan di Afghanistan.