Kamis 03 Aug 2017 22:26 WIB

Tradisi Pernikahan di Negeri Seribu Satu Malam

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Menikah/ilustrasi
Menikah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Konflik tak berkesudahan di Irak pascapenumbangan Rezim Saddam Hussein oleh Pasukan Sekutu pada 2003 menyisakan banyak persoalan. Tidak hanya konflik komunal yang melibatkan dua sekte berseteru, Suni dan Syiah.

Dampak pertikaian dan instabilitas politik berimbas pula pada merosotnya perekonomian warga. Bukan cuma kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, melainkan juga berpengaruh pada minat pernikahan di Negeri Seribu Satu Malam itu. 

Berdasarkan tradisi yang selama ini berlaku di Irak, perempuan cenderung menikah dalam usia 20 tahunan, paling lambat. Namun, kondisi itu telah berbalik saat ini. Ekonomi yang kian memburuk sebagai dampak satu dekade sanksi internasional dan konflik internal mengakibatkan perubahan pola perkawinan. 

Di Irak, menurut sebuah data, tak kurang dari satu juta perempuan di atas usia 35 tahun tidak menikah. Kondisi ini memang tidak mudah. Mengingat, biaya pernikahan seperti halnya di kawasan Timur Tengah lainnya, cukup besar.

Calon mempelai pria mesti dihadapkan dengan ongkos-ongkos pernikahan yang melangit, meliputi mas kawin, rumah, dan biaya hidup sehari-hari. Ini diperburuk dengan minimnya ladang pekerjaan yang menjadi salah satu kendala sulitnya pernikahan di Irak.

Tradisi pernikahan di kawasan Timur Tengah memang selalu tak terlepas dari sentuhan adat atau tradisi. Bahkan, tradisi yang telah dipegang bertahun-tahun “mengalahkan” sementara tuntunan agama yang mengajarkan kesederhanaan dalam prosesi pernikahan. Tak diketahui pasti, dari manakah akar tradisi pernikahan di Irak. Para orang tua mengisahkan, tradisi tersebut diadopsi lalu diwariskan secara turun-menurun dari kebudayaan Mesir.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement