REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Lima puluh warga Palestina yang ditahan oleh Israel melancarkan aksi mogok makan pada hari Kamis (4/8) waktu setempat. Hal ini dilakukan untuk memprotes langkah yang dilakukan Otoritas Palestina Ramallah (PA) yang akan mengurangi tunjangan bulanan yang dibayarkan kepada narapidana dan keluarga mereka.
"Lima puluh narapidana di penjara Israel telah melancarkan aksi mogok makan dalam solidaritas dengan mantan tahanan di Ramallah yang sekarang memprotes pemotongan gaji," ujar juru bicara tahanan dan mantan tahanan Palestina Mansour Shamasneh seperti dilansir middleeastmonitor.com, Kamis (3/8).
Selama 46 hari terakhir, puluhan mantan tahanan Palestina telah mengadakan pertemuan di kota Ramallah di Tepi Barat untuk memprotes pengurangan gaji tersebut. Menurut Shamasneh, PA terus memotong tunjangan untuk tahanan dan gaji sektor publik sehingga merampas kebutuhan dasar warga Palestina.
Ia menerangkan, Presiden Palestina Mahmoud Abbas bertemu dengan delegasi Hamas pekan lalu di Ramallah untuk membahas masalah tersebut. "Pertemuan itu positif. Abbas berjanji untuk segera menyelesaikan masalah ini," katanya.
Namun, sebelum kesepakatan antara Hamas dan Otoritas Palestina terjadi, maka aksi protes akan terus dilakukan. Shamasneh juga mengatakan, sebuah delegasi mantan tahanan telah bertemu dengan pejabat dari aparat Bantuan Pencegahan Palestina (PPS) dan intelijen militer Palestina.
Dalam pertemuan ini diadakan dialog terkait kebijakan pemotongan tunjangan tersebut. Namun, menurut Shamasneh, pertemuan hanya berisi janji-janji yang belum bisa dipastikan kapan akan terwujud.
Sementara itu, wakil ketua gerakan Fatah Palestina (Pemimpin PA), Mahmoud al-Aloul mengatakan, dialog akan terus berlanjut dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi.
Pada bulan Mei, PA mengurangi tunjangan bulanan yang diberikan kepada 300 orang Palestina yang dibebaskan oleh Israel dalam pertukaran tahanan tahun 2011 antara Israel dan Hamas. Sekitar 50 dari mereka yang dibebaskan pada tahun 2011, telah ditangkap kembali oleh Israel selama tiga tahun terakhir.
Pemerintah Israel telah lama menuduh PA mendukung aksi terorisme dengan membayar uang saku kepada mantan tahanan dan keluarga mereka.