REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Eni Gustina menemukan banyak iklan produk makanan yang tidak benar dan menyesatkan konsumen di televisi. Setiap warga masyarakat mestinya peduli dengan tayangan-tayangan iklan yang tidak sesuai ini.
Masyarakat atau aktivis media sosial bisa melaporkan, lalu diviralkan menjadi isu yang besar supaya produsen yang melakukan kebohongan tersebut jera. "Kayak misalnya susu kental manis. Itu kan pembohongan. Susu gitu itu kan isinya gula sama lemak," ujar Eni seusai diskusi di Kemendikbud Jakarta, Senin (7/8).
Dia pun menyatakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) seharusnya mempunyai regulasi untuk mengatur itu. Regulasi agar masyarakat dapat melaporkannya ke KPI. "Nah, kami harusnya bisa melaporkan dong kayak gitu-gitu. Setahu saya di KPI itu ada aturannya. Jadi kalau yang melanggar itu kalau nggak salah hukuman dua tahun dan denda 200 juta, nah ini berani nggak," ujar Eni.
Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA Lenny Nurharyanti Rosalin mengatakan Kementerian PPPA telah bekerja sama dengan KPI. Kerja sama ini dimulai dengan pemantauan program-program seperti program animasi dan sinetron.
Kini, tuntutannya bergeser pada pemantauan konten, termasuk iklan. "Jadi tadi tuntutannya, bagaimana kontennya, bagaimana makanan yang menyesatkan, minuman yang menyesatkan," kata dia.
Dia mencontohkan iklan yang menyesatkan ketika menyatakan bahwa minum sebuah minuman akan membuat badan kuat. "Kan anak-anak minum itu. Makanan dan minuman ini kan yang paling jahat. Anak-anak kita gampang, mudah, terpengaruh," ujar Lenny, di lokasi yang sama.
Lenny menjelaskan, anak adalah peniru yang ulung. Karena itu, harus diberikan konten-konten yang positif dan mendidik. Menurut dia, ada dua tantangan yang dihadapi.
Pertama, membuat semua materi yang ramah anak dan mudah dipahami anak. Kedua, tayangan yang mudah dipahami keluarga karena keluarga lah yang paling dekat dengan anak.
Lenny mengatakan tayangan yang tidak layak bagi anak bahkan telah menjadi perhatian Presiden Jokowi dalam Peringatan Hari Anak Nasional Juni 2017. "Tayangan-tayangan yang tidak menguntungkan bagi anak Indonesia harus diberantas," kata Lenny.
Lenny memaparkan penetrasi telepon genggam sudah sangat masif di kalangan anak-anak. Tapi, hanya 12 persen penggunaan telepon selular untuk mengunduh kebutuhan tugas-tugas di sekolah. Hanya tujuh persen untuk komunikasi dengan keluarga. Sisanya, 81 persen digunakan untuk chatting.