REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang HUT RI ke-72, Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, mengadakan pameran khusus tentang Ki Bagus Hadikoesoemo selama satu bulan ke depan. Peresmian dilakukan Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, Najamudin Ramli.
"Ki Bagus adalah bangsa yang mendirikan bangsa ini dengan mengajak perwakilan nasrani, AA Marawis. Kalau ada yang mengerti akar dari sejarah, tidak akan terjadi benturan seperti ini. Karena berkat Islam, Pancasila itu sendiri ada. Ki Bagus adalah salah satu tokoh yang mencetuskan sila pertama Pancasila," jelas dia dalam sambutannya, Rabu (9/8) siang.
Ki Bagoes Hadikoesoemo merupakan seorang pahlawan nasional yang tergabung dalam anggota PPKI. Dia juga sebagai cendekiawan Muhammadiyah. Sila pertama Pancasila, pada mulanya berbunyi 'Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya', diganti oleh Ki Bagus menjadi 'Ketuhanan Yang Maha Esa'.
Saat usulan itu disetujui oleh semua pihak. Ki Bagus pun menangis sejadi-jadinya karena Pancasila akhirnya ditegakkan di Indonesia. Perubahan itu, terjadi ketika sehari setelah proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, pada 18 Agustus 1945 paginya, langsung ditemukan banyak protes.
"Dicabutnya sembilan kata pada sila pertama Pancasila itu, menjadi salah satu sumbangsih terbesar umat Islam bagi bangsa Indonesia. Jadi jika ada yang mengatakan umat Muslim intoleran, itu salah besar. Bung Karno pun merupakan salah satu kader Muhammadiyah yang pada saat itu akhirnya menikahi Fatmawati. Ayah Fatmawati merupakan Ketua Hizbul Wathan Muhammadiyah," papar Najamudin.
Tokoh bangsa Muslim lainnya yang berpengaruh bagi bangsa Indonesia lainnya adalah Juanda. Najamudin menjelaskan, Juanda merupakan salah satu pencetus Deklarasi Juanda yang menyelamatkan laut-laut Indonesia. Tanpa adanya deklarasi itu, laut-laut Indonesia akan mudah diarungi bangsa asing.
"Siapa Juanda itu? Dia juga merupakan kader Muhammadiyah, mantan kepala sekolah Muhammadiyah, dan pernah menjadi Perdana Menteri di zaman Bung Karno. Itu juga merupakan sumbangsih terbesar juga yang diberikan umat muslim bagi laut Indonesia," jelas dia.
Najamudin mengatakan, sangat mengagumi politik pada zaman setelah kemerdekaan. Dulu, beda agama, beda pandangan, beda politik, mereka beradu argumen secara berkelas.
Tetapi begitu pulang, mereka saling berboncengan sepeda bersama dan makan bersama di pinggir jalan. "Untuk itu Pameran Pahlawan Nasional Ki Bagus Ketua Hizbul Wathan Muhammadiyah periode 1942-1953, selama satu bulan ke depan kami buka secara resmi. Dan kami harap semua anak-anak datang ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi agar mengetahui sejarah bangsa," tutur Dirjen Kemendikbud itu.