REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi W. Eddyono mengeluhkan masih sering terjadi tindakan kriminalisasi terhadap Whistleblower. Bahkan pihaknya menemukan beberapa whistleblower kasus korupsi yang menerima ancaman. Salah satunya adalah Daud Ndakularak seorang pelapor Korupsi asal Waingapu, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menurut Supriyadi, Daud, sejak tahun 2010 berdasarkan keputusan LPSK No:R-182/I.4/LPSK/03/2010 merupakan terlindung dalam posisinya sebagai pelapor tindak pidana kasus Korupsi di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia.
"Dia adalah pelapor yang beritikad baik dalam perkara tindak pidana pengelolaan dana kas APBD Kabupaten Sumba Timur TA 2005-2006 yang proses penyidikannya telah ditangani oleh kepolisian Resor Sumba Timur dan telah di putus oleh Pengadilan Tipikor Kupang," jelas Supriyadi, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (9/8).
Dalam posisinya sebagai terlindung LPSK, sambung Supriyadi, Daud telah melakukan berbagai upaya yang yang sesuai dengan perintah undang-undang khususnya dalam penegakan kasus korupsi. Ia telah melindungi banyak alat bukti dan melaporkan kasus tersebut ke Polres Sumba Timur.
Kemudian juga menjadi saksi di depan penyidikan dan memberikan keterangan sebagai saksi Jaksa Penuntut Umum di depan pengadilan Tipikor. Hasilnya Pengadilan Tipikor Kupang telah menyatakan dua orang telah terbukti bersalah dalam perkara tindak pidana tersebut.
"Namun naas, karena statusnya sebagai pelapor Korupsi, saudara Daud Ndakularak mendapatkan serangan pembalasan. Tindak Pidana Korupsi yang dilaporkannya justru membuat ia dijadikan tersangka," keluh Supriyadi.
Akibatnya, Daud ditahan 120 hari di Polres Sumba Timur, karena tidak ada bukti penyedikan terhenti dan ia akhirnya dibebaskan pada tahun 2008. Proses serangan balik sementara berhenti saat LPSK melindungi dirinya.
Namun, usai menjadi saksi Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Tipikor Kupang tahun 2013-2014, Daud dipanggil kembali untuk menjalani pemeriksaan tambahan. Yakni pada Tanggal 30 Mei 2016 dan akhirnya dijemput paksa oleh Polres Sumba Timur Pada tanggal 27 Juni 2016 untuk memberikan keterangan Tambahan.
LPSK, atas peristiwa tersebut kemudian merespon aktif dengan mengirimkan surat rahasia No R-396/DIV 1.3./LPSK/07/2016 terkait perlindungan saksi/pelapor pada tanggal 11 Juli 2016 dengan rujukan Pasal 5 dan pasal 10 UU No 31 Tahun 2014. Dan laporan Polisi Nomor LP-A/395/XI/2008/SPK Polres Sumba Timur Tanggal 4 November 2008.
Hanya saja, sampai dengan saat ini proses hukum terhadap dirinya telah berlanjut, berkas penyidikan telah dinyatakan lengkap, dan proses penyerahan tersangka dan barang bukti (Tahap II) ke pihak Jaksa Penuntut Umum tengah dilakukan.
Dalam proses advokasi dan pembelaan terhadap dirinya sendiri. Daud juga tengah mengajukan upaya praperadilan terhadap penetapan dirinya sebagai Whistleblower/pelapor Korupsi yang dijadikan sebagai tersangka (perkara Nomor 03/Pid.Pra/2017/PN.WGP. Proses Persidangan Praperadilan akan berjalan Tanggal 4 Agustus 2017 sampai dengan 12 Agustus 2017 di pengadilan Negeri Waingapu.
Oleh karena itu, Supriyadi menegaskan ICJR merekomendasikan kepada LPSK agar mengaktifkan kembali, perlindungan dan pendampingan dalam statusnya sebagai whistleblower kepada Daud sebagai Whistleblower (pelapor).
ICJR, mendorong pihak aparat penegak hukum untuk menghentikan serangan balik kepada pelapor-pelapor korupsi yang beritikad baik seperti Daud. "ICJR juga meminta Jaksa Agung segera mencermati dan menghentikan proses penuntutan terhadap Daud," pinta Supriyadi.
Selanjutnya, situasi ini menunjukkan kepada publik bahwa para whistleblower atau pelapor di Indonesia, rentan atas pembalasan dan minim perlindungan Negara. ICJR khawatir kasus-kasus seperti ini akan menyurutkan langkah para calon whistleblower dan para pelapor, khususnya dalam kasus korupsi.
Kasus Korupsi yang memiliki karekteristik terorganisir dan sering kali menyangkut orang-orang dalam posisi jabatan strategis membutuhkan peran mereka untuk melaporkan kasus-kasus pidana ke aparat penagak hukum sebaiknya di dukung dan diproteksi.