REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolres Metro Kabupaten Bekasi Kombes Asep Adi Saputra menjelaskan detail kejadian sebelum terjadinya pembakaran Muhammad Aljahra alias Joya. Ia mengatakan, peristiwa berawal saat Joya dan marbot Mushala Al-Hidayah, Rojali, shalat bersama di mushala yang terletak di Babelan, Bekasi pada Selasa (1/8).
Usai shalat, lanjut Asep, Rojali mendapati amplifier mushala hilang dan curiga pada Joya yang juga telah pergi. Rojali pun mencari Joya dan mendapatinya mengendarai sepeda motor. Ditegur Rojali, Joya justru tancap gas.
"Dia (Joya) ditemukan setelah dikejar Rojali tiga sampai empat kilometer dari TKP mushala. Jadi, tidak benar kalau kejadian itu terjadi di dekat mushala atau di depan mushala, jauh," ujar Asep di Mapolda Metro Jaya, Rabu (9/8).
Tetapi, di sebuah perempatan, Joya terjatuh. Di tempat itu, kemudian Rojali menyusul dan memeriksa tas punggung Joya yang berisi amplifier mushala. Joya juga membawa dua amplifier lain di motornya, dan polisi masih menyelidiki asal amplifier itu. Ketika dipastikan salah satu amplifier adalah milik mushala, Joya pun melarikan diri.
"Kemudian di situlah peristiwa pengeroyokan terjadi," kata Asep.
Disinyalir Joya sempat diduga sebagai maling motor. Sebab, menurut Asep, Rojali sempat berusaha menjelaskan pada massa untuk tidak menghabisi Joya. Dikatakan Asep, Rojali juga sempat berteriak, "Ini bukan maling motor, tetapi maling ampli".
"Dia (Joya) sempat cium kaki Rojali minta maaf, 'Maafkan saya, Pak Ustaz,' begitu. Namun, massa tidak terbendung, Rojali sempat menghalau, tapi massa tidak berimbang," kata Asep.
Nahas, Joya pun dikeroyok sebelum akhirnya dibakar. Adapun hingga kini polisi telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah SU, NA, AR, KR dan SD. Peran-perannya adalah, SU (40) berperan memukul punggung dan perut Joya. NA (39) memukul bagian perut Joya.
Sedangkan, AL (18) berperan menginjak-injak kepala Joya. Sedangkan, KR (55) berperan memukuli perut dan punggung korban. SD 27 tahun berperan membeli bensin, menyiram dan membakar MA.