REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk menegaskan penurunan daya beli masyarakat bukan karena meningkatnya bisnis e-commerce. Melainkan karena perlambatan ekonomi.
"Kami lebih percaya, perlambatan ekonomi yang menyebabkan daya beli turun. Jadi bukan persaingan dengan e-commerce," ujar Direktur Ramayana Lestari Sentosa Suryanto kepada wartawan di Jakarta, Rabu, (9/8).
Ia menuturkan, perlambatan ekonomi sudah terjadi sejak 2015. Saat itu, penjualan Ramayana turun sekitar 0,06 persen. Meski begitu, memasuki April tahun ini penjualan perusahaan ritel pakaian ini mulai naik 3,1 persen. Kemudian pada Mei naik 4,1 persen.
"Pada akhir Juni total kenaikan penjualan 14,5 persen. Kenaikan semester pertama itu tidak lepas dari lebaran yang berlangsung di Juni," kata Suryanto.
Dirinya pun mengatakan, optimis pertumbuhan ekonomi pada semester kedua lebih baik dan bisa mencapai 5,2 sampai 5,3 persen. Ramayana bahkan berencana membuka tiga outlet lagi di Jatinegara, BSD, dan Bekasi, pada semester dua. Sebelumnya pada semester 1 perusahaan juga telah membuka outlet baru.
"Ada beberapa faktor yang membuat kami optimistis, pertama belanja pemerintah di infrastruktur yang diharapkan bisa menyerap tenaga kerja, kedua inflasi yang bisa dikendalikan, ketiga iklim ekspor kita sejalan dengan komoditas di pasar global. Lalu keempat stabilitas politik yang semakin baik," kata dia.
Maka, dengan stabilnya pertumbuhan ekonomi, ia berharap bisnis ritel tidak tergerus. Pada semester I tahun ini, Ramayana mencatat penjualan sebesar Rp 4.985,9 miliar. Jumlah tersebut mencerminkan sebanyak 60,3 persen dari target penjualan sepanjang 2017 yang sebesar Rp 8.299,4 miliar telah tercapai.