Rabu 09 Aug 2017 20:17 WIB

JJ Rizal: Segala Peribadatan Keagamaan Harus Dihormati

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Teguh Firmansyah
Sejarawan JJ Rizal
Foto: Facebook/JJ Rizal
Sejarawan JJ Rizal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan JJ Rizal mengklarifikasi soal pernyataannya di Republika.co.id terkait patung Yang Mulia Kongco Kwan Sing Tee Koen, seorang jenderal berkebangsaan Cina di Tuban. Setelah mendapat beragam informasi, pandangan dia jelas bahwa segala bentuk peribadatan keagamaan harus dihormati.

"Dalam hal ini, pandangan saya jelas bahwa segala bentuk peribadatan keagamaan harus dihormati. Karena merupakan hak dasar manusia yang dilindungi oleh undang-undang kita," kata dia, Rabu (9/8).

JJ Rizal merasakan ada yang kurang pas terkait penulisan berita tersebut secara konteks. Ia pun mengaku beberapa kawannya menanyakan apakah berita itu sungguh pikirannya? Saat itu juga ia mendapat informasi yang lebih kaya dari kawannya tentang peruntukan patung di kelenteng Tuban itu sebenarnya.

"Patung itu tidak seperti berita yang saya terima sebagaimana menjadi latar belakang pertanyaan wawancara. Sebab itu, pendekatan sejarah kepahlawanan nasional menjadi kurang pas. Sebab patung di kelenteng di Tuban, itu sesungguhnya patung tokoh suci yang menjadi bagian dari ritual peribadatan," tutur Rizal.

Baca Juga: Tokoh Bangsa Asal Tuban Banyak, Mengapa Harus Pahlawan Cina.

Jika patung yang didirikan oleh kelenteng itu, benar dinyatakan tidak berkait dengan ritual pemujaan, tetapi lebih ingin memajukan nilai luhur, maka menurut Rizal, adalah benar hal itu memang bisa dicari dari tokoh sejarah manapun di dunia.

Namun, lebih lanjut, ia mengatakan, alangkah baik, di tengah situasi ketekoran pengetahuan sejarah bangsa dan upaya mengangkat menggemakan tokoh-tokoh pahlawan bangsa yang banyak dilupakan, lebih mendahulukan pulang ke rumah sejarah bangsa sendiri.

"Apalagi Tuban memiliki sejumlah tokoh bangsa yang bisa menjadi sumber teladan nilai luhur. Sebut saja Soegondo Djojopoespito yang menjadi tokoh utama Kongres Pemuda 2 dan kemudian terkenal sebagai Sumpah Pemuda. Ini proklamasi pertama Indonesia sebagai bangsa. Lalu ada AK Pringgodigdo yang memainkan peran penting di BPUPKI dan dengan setia serta jujur menyelamatkan arsip risalah sidangnya," papar Rizal.

Menurut dia, pembuatan patung tokoh Tuban seperti Soegondo atau Pringgodigdo akan lebih tidak menimbulkan prasangka ketimbang panglima perang dari sejarah Cina. Di tengah situasi pergaulan kebangsaaan yang tegang karena isu pluralisme itu, sungguh pemilihan tokoh sejarah dari bangsa lain rentan disalahpahami.

"Situasi kebinekaan kita yang tengah sakit, cenderung membuat arahnya bukan menenangkan, malah sebaliknya. Sehingga nilai yang ingin diajukan sebagai teladan pun lenyap diganti keributan hal lain."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement